Lebih dari 1,6 miliar umat Muslim di dunia merayakan bulan Ramadan. Pengalaman mereka berpuasa tentu berbeda, tergantung di mana mereka berada. Di Australia, waktu berpuasa relatif lebih singkat dibandingkan negara-negara lainnya.
Bulan Ramadan di Melbourne kali ini jatuh di musim dingin. Bulan Juli akan menjadi puncak musim dingin dengan suhu rata-rata berkisar diantara 6-12 derajat Celcius.
Matahari di musim dingin baru terbit pada pukul 07.30 pagi dan tenggelam sebelum pukul 05.30 sore. Karenanya, waktu berpuasa pun lebih pendek atau sekitar 10 jam. Bandingkan dengan di musim panas dimana waktu berpuasa bisa mencapai 16 jam, seperti yang terjadi di Amerika Serikat sekarang ini.
Lantas apakah sulit berpuasa di musim dingin?
Bagi Irafa Katan, mahasiswi dari Kuwait, berpuasa di Australia terutama di saat musim dingin sangatlah mudah. "Saya sudah berpuasa dua kali di Australia, dan cuacanya dingin jadi saya tidak merasa berpuasa," kata Katan saat ditemui di jalanan kota Melbourne.
Jauh negara asalnya, yakni Kuwait, Katan merasa kangen dengan berkumpul bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya saat berpuasa.
Lain halnya dengan seorang Muslim yang lahir dan besar di Melbourne, Yakub Amran mengaku kalau sudah terbiasa berpuasa di musim dingin. "Tidak terlalu banyak tantangan karena waktu berpuasa juga sangat pendek. Jadi tidak sesulit seperti di musim panas," ujarnya. Menurutnya juga kalau kita memiliki keimanan yang tebal, keadaan sesulit apapun tidak akan menjadi halangan untuk tetap menjalankan puasa.
Suasana Ramadan di Melbourne dan kota-kota besar lainnya di Australia pun relatif sama seperti bulan-bulan lainnya.
Toko-toko dan restoran tetap buka, kecuali sejumlah restoran halal yang buka menjelang berbuka puasa hingga larut malam.
Restoran-restoran halal ini banyak ditemukan di kawasan Sydney Road, yang menjadi kawasan hunian banyak imigran dari Timur Tengah yang mayoritas beragama Islam.
Dan sama seperti masjid-masjid di Indonesia, sejumlah masjid di Melbourne dan sekitarnya pun menggelar salat tarawih bersama. Biasanya mereka juga menggelar berbuka puasa bersama.
Bagi sejumlah mahasiswa atau imigran, salah satu obat untuk mengobati kampung halaman saat menjalankan ibadah puasa adalah dengan berkumpul bersama teman-teman senegara asal. Seperti yang dilakukan Riv Al Naezy.
"Saya terus bersama-sama dengan teman-teman saya [dari Kuwait]," ujar Al Naezy.
Sementara bagi Rizka Fitriani Abidin, warga Indonesia yang menemani suaminya melanjutkan studi di Australia mengaku kalau berpuasa di musim dingin itu susah-susah gampang. "Gampang karena waktunya lebih pendek daripada di Indonesia. Tapi sulitnya karena menahan rasa lapar yang luar biasa karena dingin," ujar Rizka.
Rizka juga mengaku banyak hal yang membuat dirinya jadi merindukan Indonesia di bulan Ramadan. "Terutama makanannya, kangen mendengar suara ceramah, suara Imsak, dan keramaiannya," kata Rizka.