Sejarah Kebudayaan Merosot

By , Selasa, 1 Juli 2014 | 19:30 WIB

Kapasitas berbangsa dan bernegara dalam menjalankan etika, estetika, dan aspek kultural lain mengalami titik nadir. Sejarah kebudayaan terkini dinilai mengalami kemerosotan terparah. Dari segi nilai kultural, seperti sejumlah karya seni dan arsitektural beberapa dekade ini tidak ada yang baru.

"Ini menyedihkan. Kebudayaan kita mengalami kehancuran di sepanjang sejarahnya," kata budayawan Radhar Panca Dahana, pendiri Federasi TeaterIndonesia (FTI) dan Bale Sastra Indonesia (BSI), Senin (30/6), di Jakarta.

Kebaruan manifestasi kebudayaan seperti seni tari yang kemudian cukup mengakar sebagai tari tradisional, menurut Radhar, tidak tercipta dalam beberapa dekade terakhir. Bangunan penting yang menjunjung nilai arsitektural tinggi juga tidak dilahirkan dalam beberapa decade terakhir.

Radhar melihat, betapa pentingnya memahamkan strategi kebudayaan kepada pemilik mandat rakyat nanti, yaitu presiden yang akan dipilih rakyat secaralangsung pada 9 Juli 2014. Sebelumnya, pada Sabtu lalu, FTI dan BSI menggelar dialog kebudayaan dengan narasumber calon presiden PrabowoSubianto serta enam panelis budayawan dan ilmuwan terkemuka. Calon presiden Joko Widodo tidak bisa hadir.

"Kegiatan seni agar diaktifkan dengan melibatkan elite penguasa pemegang mandat rakyat. Dari situlah kebudayaan kita harus kembali dibangun," kataRadhar.

Kemerosotan bahkan hancurnya kebudayaan ditandai penilaiannya hanya bersifat material. Kebudayaan hanya diukur nilai pentingnya dari sudut pandang ekonomi. "Sadar atau tidak sadar, kita turut membantu menghancurkan dan membinasakan kebudayaan. Di dalam kebudayaan, seharusnya ada norma, moral, etika, dan estetika," kata Radhar.

Kondisi terkini saat menjelang pemilihan umum presiden dan wakil presiden, menurut Radhar, jargon politik kekuasaan dan ekonomi yang mendominasi. Kebudayaan luput dan menjadi terasing. Keadaan seperti ini tanpa disadari justru membuat bangsa ini makin suram. Dengan mengasingkan kebudayaan, solusi beragam masalah dari bidang politik dan ekonomi akan gagal mencapai kedalaman. Tidak mampu pula untuk mencapai dasar moral, etika, atau nilai keadaban bangsa.

Produk akhir

Kebudayaan semestinya jadi produk akhir setiap pembangunan. Menurut Radhar, penempatan kebudayaan dengan semua produknya sekarang ini telah menjadi elemen yang minor sehingga membuat kehidupan berbangsa mengalami degradasi dan menciptakan kepribadian rapuh.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengatakan, kebudayaan sebagai nilai yang abstrak membutuhkan infrastruktur. Rancangan Undang-Undang Kebudayaan memberikan jaminan terhadap infrastruktur ini. "RUU Kebudayaan sekarang menjadi inisiatif DPR. RUU ini sudah terlalu lama dibahas," kata Wiendu.

Budayawan dan pengasuh Pesan Trend Budaya Ilmu Giri Yogyakarta, Nasrudin Anshori, mengatakan, gerakan budaya dengan pendekatan akurat terhadap kearifan-kearifan lokal di perlukan. Sejarah bangsa menunjukkan bahwa sejak masa kuno hingga setelah kemerdekaan menunjukkan sikap mental kuat yang berfondasikan kearifan lokal.