Rujukan Tunggal Pemetaan Indonesia Mendesak Dituntaskan

By , Kamis, 3 Juli 2014 | 21:14 WIB

Sebuah studi berjudul “Primary forest cover loss in Indonesia over 2000-2012” yang dimuat di artikel di Nature Climate Change pada 29 Juni lalu, menyimpulkan bahwa Indonesia kehilangan lebih dari 6 juta hektare hutan alam antara tahun 2000 dan 2012.

Studi tersebut berdasarkan analisis citra satelit beresolusi tinggi yang dilakukan oleh Belinda A. Margono bersama beberapa peneliti dari University of Maryland-AS, menunjukkan bahwa deforestasi justru mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2012—pada masa moratorium dilakukan. (Baca di sini)

“Temuan dalam kajian tersebut tidak mengejutkan dan pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama dengan analisis yang sudah dilakukan WWF, khususnya untuk Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Perlu diingat, angka deforestasi yang dimaksud mencakup hilangnya tutupan hutan untuk semua jenis kawasan termasuk Areal Peruntukan Lain (APL), hutan konversi, Hutan Tanaman Industri, dan lainnya yang beberapa di antaranya terencana dan legal,“ papar Anwar Purwoto, Direktur Program Sumatra dan Borneo, WWF-Indonesia. 

Analisis yang dilakukan WWF menunjukkan bahwa tingginya laju deforestasi ini utamanya disebabkan untuk memenuhi kepentingan industri pulp & paper, minyak sawit dan juga kepentingan pembangunan khususnya sektor pertanian dan perkebunan.

Terkait dengan pernyataan moratorium yang tidak efektif, sejak dikeluarkannya moratorium melalui Inpres No.10 Tahun 2011 dan diperpanjang melalui Inpres No. 6/2013, WWF memandang moratorium lebih berfungsi sebagai instrumen yang memberikan waktu jeda bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan penataan tata perizinan kehutanan.

Untuk itu, WWF meminta agar pemerintah dapat segera menuntaskan proses pembuatan peta manunggal dan tata ruang karena diyakini perbaikan dua hal tersebut akan menjadi dasar yang kuat untuk menahan laju deforestasi di Indonesia.

“WWF mendukung upaya pemerintah dalam inisiatif One Map sebagai rujukan tunggal pemetaan sehingga tata perizinan tidak lagi tumpang tindih. Juga sangat penting bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan proses penataan ruang di semua tingkat dan agar pelaksanaannya di lapangan dapat ditertibkan dan hukum dapat ditegakkan,” lanjut Anwar.