Moratorium pembangunan hotel di kota Yogyakarta sejak Desember 2013 lalu dianggap tidak efektif. Pembangunan hotel-hotel baru tahun ini justru semakin intensif.
Akibatnya, perang tarif tak terelakkan terjadi di beberapa lokasi tertentu. Pengelola hotel tak segan memberlakukan tarif di bawah angka rerata. Saat ini saja, rerata tarif hotel bintang lima mencapai Rp 600.000 per malam, bintang empat Rp 500.000, bintang tiga Rp 400.000, bintang dua Rp 300.000, bintang satu Rp 200.000 ddan hotel melati Rp 100.000.
Demikian Ketua DPD PHRI Yogyakarta, Istidjab M Danunagoro mengungkapkan fenomena aktual sektor perhotelan Yogyakarta, Minggu (6/7).
"Aturan pembatasan hotel tak berlangsung efektif. Investor tetap masuk dan membangun hotel-hotel baru, terutama kelas ekonomi (budget). Pada gilirannya perang tarif tak bisa dihindari," ujar Istidjab.
Bagaimana tidak menarik buat investor, kinerja sektor hotel berbintang aktual mengalami kenaikan. Ini terlihat dari data yang dilansir BPS Yogyakarta yang menyebutkan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang naik 11,67 persen menjadi rerata 60,22 persen per Mei dibanding April 2014.
Sementara TPK hotel non bintang rerata sebesar 30,65 persen, mengalami kenaikan sebesar 5,31 poin dibandingkan April sebesar 25,34 persen. Rerata menginap (length of stay)wisatawan di hotel berbintang menunjuk besaran 1,75 malam, dan hotel non bintang sebanyak 1,21 malam.
Istidjab mengemukakan, hotel baru yang mendapat izin untuk dikembangkan tahun ini mencapai 110 hotel. Dari jumlah sebanyak itu, 55 hotel di antaranya telah mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB) dengan klasifikasi hotel ekonomi yang mendominasi.
Berkah buat sekitar
Kendati tak efektif di kota Yogyakarta, namun moratorium justru membawa berkah buat kawasan Bantul, Sleman, dan Kulonprogo.
Menurut Istidjab, ketiga kawasan tersebut sudah mulai dilirik dan menjadi incaran investor. Beberapa nama jaringan hotel lokal dan internasional menjadikan ketiga kawasan ini sebagai ladang ekspansi.
"Accor Group, Swiss-belhotel, Archipelago, Santika, Tauzia, dan lain sebagainya akan membuka portofolio baru. Sleman, Bantul dan Kulonprogo menawarkan peluang yang menjanjikan. Pasokan hotel yang ada belum mampu mengakomodasi permintaan yang semakin meningkat," papar Istidjab.