“Saya miris sekali melihat sampah menumpuk di depan rumah salah seorang tetangga. Entah dari mana datangnya tiba-tiba halaman rumah tersebut dijadikan tempat penampungan sampah oleh warga lain. Kalau siang, tumpukan sampah itu beterbangan kemana-mana dan menimbulkan bau busuk,” kata Soekamto.
Tak ingin berdiam diri, ia pun berpikir keras untuk mengatasi masalah tersebut. Pada tahun 2006, dengan keahlian yang dimiliki, Soekamto memproduksi alat pengolah sampah organik (komposter) berbentuk drum yang diberi nama Propuri (Produksi Pupuk Sendiri). Pria yang pernah menempuh pendidikan pertanian di Jepang ini, kemudian dikenal sebagai pelopor pupuk cair organik di Jakarta.
“Pertama kali saya membuat untuk kebutuhan sendiri. Kemudian, saya buat stok dan saya promosikan dalam acara pertemuan warga dari tingkat RT hingga kelurahan,” ujarnya. Tak disangka Pak Lurah, tertarik dengan produk buatannya. Tanpa tawar menawar beliau langsung memesan 350 buah drum. Sebagai modal belanja, Soekamto diberi uang muka 50% terlebih dahulu.
Pesanan komposter dari Pak Lurah menjadi buah bibir warga Cempaka Baru. Esoknya, pesanan dari warga sekitar mulai berdatangan. Untuk mengedukasi warga, Soekamto tak segan mempresentasikan cara pembuatan kompos menggunakan alat komposter tersebut. Ini semua dilakukannya agar masyarakat mau mencintai lingkungan dengan mengolah sampah.
Meraih Kalpataru
Komposter buatannya cukup ringan dan tidak memerlukan tempat luas untuk penyimpanan. Dengan alat ini, Sukamto yakin tiap rumah tangga bisa mengolah sampah rumah tangganya menjadi pupuk organik. Alat pengolah sampah yang dibuat Sukamto itu ada beberapa jenis kapasitasnya, yakni 20 liter, 30 liter, 60 liter, 80 liter, 100 liter, 120 liter, 150 liter, dan 200 liter. Harganya terjangkau, antara Rp 150.000 hingga Rp 550.000. Untuk skala rumah tangga, cukup menggunakan ukuran kecil, dan awet hingga bertahun-tahun.
Modal yang ia gunakan untuk memproduksi alat komposter murni dari kantong pribadinya. Pemasaran yang dilakukan dengan mengikuti pameran serta memenuhi undangan presentasi dari kelurahan di kawasan Jakarta. Soekamto juga menjual bakteri pengurai untuk membuat sampah organik menjadi pupuk cair. Bakteri pengurai seharga Rp 25.000 dapat digunakan sampai setengah tahun.
Menurutnya, sebagian besar warga sudah memakai komposter buatannya dan terbukti hasilnya. Jika dulu dalam satu minggu ada empat truk pengangkut sampah, kini hanya tinggal satu truk sampah.
Kepedulian Sukamto pada penanganan sampah yang diolah menjadi pupuk organik cair ini mengantarkannya mendapatkan Kalpataru, sebuah penghargaan bagi mereka yang peduli pada lingkungan hidup.
Pembuatan Kompos Cair Skala Rumah Tangga
- Pisahkan sampah non organik dan organik.
- Rajang/cincang sampah organik hingga berukuran kecil sepanjang 1 – 2 cm. Semprotkan cairan bioaktivator tepat mengenai sampahnya sambil diaduk merata.
- Masukkan rajangan sampah organik ke dalam drum komposter. Pengisian sampah pada komposter bisa dilakukan setiap saat dan berulang-ulang dalam sehari. Tutuplah komposter hingga rapat.
- Oleskan sabun colek atau vaselin pada bagian atas komposter untuk mencegah belatung naik ke permukaan wadah. Letakkan komposter di tempat teduh, jangan di bawah terik matahari.
- Pada awal penggunaan, komposter baru bisa menghasilkan kompos cair minimal 2 minggu setelah difermentasi. Setelah itu kompos cair bisa diambil setiap hari.
Cara Penggunaan Kompos Cair “PROPURI”
- Keluarkan lindi melalui kran komposter.
- Tampung di dalam botol/wadah dan tambahkan 1 tutup Boisca untuk mengurangi bau.
- Lindi didiamkan/disimpan selama 2 hari.
- Untuk penggunaan, campurkan air dengan perbandingan 1 : 5 (1 liter lindi dicampur 5 liter air).
- Larutan air campur lindi siap disiramkan ke tanaman.
- Pemupukan dapat dilakukan seminggu sekali.