Pesan Media Sosial dari Victoria Park

By , Selasa, 8 Juli 2014 | 11:27 WIB

Minggu, 6 Juli 2014, seharusnya menjadi hari sempurna untuk pesta demokrasi Indonesia yang digelar lebih awal di Hong Kong. Pemilu presiden (pilres) digelar di area publik di luar otoritas Konsulat Jenderal RI.

Ini merupakan sejarah bagi demokrasi Indonesia, dan sejarah bagi buruh migran Indonesia yang selama ini suaranya termarjinalkan.

Baca sebelumnya: Kericuhan Pemungutan Suara di Hong Kong

Hanin Rembong, seorang buruh migran Indonesia Hong Kong asal Kebumen, Jawa Tengah, bergegas riang ke tempat pemungutan suara di Victoria Park. Ada 13 TPS yang digunakan ribuan WNI di Hong Kong—yang rata-rata buruh migran Indonesia.

Setelah dibuka pukul 09.00, hujan deras sempat turun kemudia disusul panas terik.

Hujan dan panas terik tak menyurutkan semangat. “Kami mulai antre pukul 07.00. Antrean panjang sekali, tetapi jalur masuk TPS hanya satu jalur, panas banget sampai ada yang pingsan,” kata Hanin.

Siang hari, antrean dipisah antara yang dapat pemberitahuan memilih dan yang tidak. “Sampai pukul 16.00 PPLN tidak membuat kebijakan antisipasi antrean yang luar biasa banyak. Baru setelah itu mulai buka dua pintu,” kata Hanin lewat percakapan daring, Senin (7/7).

Sampai pukul 17.00, banyak yang belum mencoblos. “Ya pada kecewa dong. Akhirnya pada demo. Sampai sekarang masih terasa kecewanya karena sudah berjam-jam antre,” kata Hanin.

Hanin memperkirakan jumlah yang tak mencoblos sekitar 500 orang. Akhirnya mereka hanya bisa menangis. “Mereka sudah antre lama, lapangan becek sehabis hujan, panas terik, tapi diabaikan. Sudah antusias dengan pemilu, tapi akhirnya tak bisa nyoblos. Terus teman-teman tidak tahu kalau tutupnya pukul 17.00,” ungkapnya.

Namun Ketua Pokja Pemilihan Luar Negeri Wahid Supriyadi mengatakan, TPS sudah tutup baru ratusan orang yang belum tercatat di daftar pemilih datang meminta bisa mencoblos.

Hanin dan Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, membantah pernyataan itu.

“Pukul 17.00, PPLN Hong Kong mengumumkan TPS ditutup, sementara antrean masih banyak,” ujarnya.

Kisruh disesalkan Komisioner KPU Hadar N Gumay. Penyesalan pertama karena ratusan buruh migran Indonesia tidak dapat mencoblos. Kedua, dahsyatnya dampak media sosial yang dimanfaatkan untuk beragam kepentingan. Pesan awal ini hendaknya jadi perhatian.