Sepuluh tahun lalu, Cita (32) terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya, Kepulauan Bangka Belitung. Masyarakat menolak Cita dan suaminya untuk tinggal di sana karena ia mengidap HIV, tertular virus HIV dari suaminya yang pernah jadi pengguna narkoba.
Cita, ibu rumah tangga sekaligus aktivis, bicara dalam acara bertajuk "Zaids Care—Getting to Zero", Sabtu (12/7) lalu di Jakarta. Acara itu digelar Yayasan AIDS Indonesia.
Begitu dinyatakan positif HIV, Cita amat terpukul. Sebulan lebih ia tidak keluar rumah. Penyesalan dan gugatan pun muncul, mengapa ia menikah dengan pria yang kemudian menginfeksinya dengan HIV, virus yang merusak kekebalan tubuh.
"Saya pernah bilang kepada mertua kalau yang saya alami ini akibat dari anaknya, bukan karena perbuatan saya," tutur Cita. Sejak itu, ia diperlakukan berbeda, dilarang menyentuh keponakannya, peralatan makan dibuat tersendiri, hingga akhirnya masyarakat menolak mereka tinggal di sana.
Selama ini sebagian masyarakat masih memandang negatif ODHA. Mereka diidentikkan berperilaku seks bebas. Pandangan negatif tersebut amat keliru karena kenyataannya virus HIV bisa menginfeksi siapa pun, termasuk ibu rumah tangga seperti Cita.
Hal inilah yang menjadi keprihatinan Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jendeer (LKAJ) Prof Siti Musdah Mulia. Ia menyoroti pandangan masyarakat yang cenderung memberi stigma negatif bagi ODHA. "Stigma bahwa ODHA sebagai pendosa itu salah besar," kata Musdah menegaskan.
Pemberian stigma, menurut Musdah, hanya akan memperberat beban ODHA. Padahal dengan pengobatan intensif dan pola hidup sehat, mereka yang positif HIV tetap bisa menikah, memiliki anak yang negatif HIV, dan hidup layaknya orang lain.
Pemberian cap atau stigma negatif itu menghambat upaya pencegahan penularan virus tersebut. Orang enggan melakukan tes HIV karena takut diberi cap negatif. Hal ini diperparah ketidakpedulian dan sikap masyarakat yang merasa diri baik atau "bersih".
(Baca juga dalam: Tes HIV untuk Semua)
Sebagai aktivis yang aktif mendampingi mereka yang positif HIV kini, Cita beberapa kali mendapat cerita diskriminasi pada ODHA dalam mendapat layanan medis. Penolakan itu dibungkus beragam alasan, misalnya tidak ada alat pelindung diri, meja operasi rusak, hingga listrik padam. "Penolakan bukan secara institusi, ada oknum dokter yang tak mau melayani," ungkapnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, hingga Desember 2013, kasus HIV di Indonesia berjumlah 127.416, sedangkan kasus AIDS jumlah totalnya 52.348.
"Jumlah kasus positif HIV hanya puncak gunung es. Jumlahnya bisa lebih besar," kata Musdah.