Stroke salah satu penyakit penyebab utama kematian di Indonesia. Meski demikian, angka kejadian penyakit stroke terus meningkat. Salah satu penyebabnya, masyarakat masih kerap mengabaikan pengendalian tekanan darah tinggi atau hipertensi yang merupakan faktor risiko yang mendominasi kejadian stroke.Menurut Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Ekowati Rahajeng, Selasa (15/7), di Jakarta, stroke umumnya terjadi karena faktor risiko hipertensi yang tak dikendalikan. Pembuluh darah di otak pecah sehingga terjadi stroke.Sayangnya, lanjut Ekowati, sekitar 70 persen penderita hipertensi cenderung tak peduli dengan kondisi tekanan darahnya karena hipertensi tak menimbulkan gejala. Padahal, dengan pemeriksaan kesehatan rutin, terutama pengecekan tekanan darah, hipertensi bisa terkontrol sehingga tak memicu stroke.Sebenarnya harga obat anti hipertensi murah dan bisa diperoleh di puskesmas. ”Banyak, kok, mereka yang hipertensi tetap bisa menikmati aktivitasnya karena pandai mengatur diri, teratur mengonsumsi obat,” kata Ekowati menjelaskan.Stroke merupakan penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal ataupun global muncul mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi saraf pada stroke disebabkan gangguan peredaran darah otak nontraumatik. Gejala itu menimbulkan kelumpuhan wajah dan anggota badan, bicara tak lancar, dan gangguan penglihatan.Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia 12,1 per 1.000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan Riskesdas 2007 yang sebesar 8,3 persen. Stroke telah jadi penyebab kematian utama di hampir semua rumah sakit di Indonesia, yakni 14,5 persen.Dilihat dari karakteristiknya, stroke banyak dialami orang lanjut usia, berpendidikan rendah, dan tinggal di perkotaan. Perubahan gaya hidup; pola makan terlalu banyak gula, garam, dan lemak; serta kurang beraktivitas adalah faktor risiko stroke.Riskesdas 2013 menunjukkan, prevalensi hipertensi orang Indonesia berusia lebih dari 18 tahun 25,8 persen. Seseorang kena hipertensi jika tekanan darah sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan sistolik menunjukkan tekanan darah saat otot jantung berkontraksi dan tekanan diastolik saat otot jantung tak berkontraksi.
Ekowati menambahkan, hipertensi bisa dicegah dengan mengurangi konsumsi makanan asin. Kebiasaan mengonsumsi makanan asin bisa meningkatkan risiko hipertensi 4,35 kali dibandingkan orang yang tak mengonsumsi makanan asin. Pengurangan konsumsi garam 2,9 gram per hari bisa menekan 50 persen orang yang perlu obat anti hipertensi, 22 persen kematian akibat stroke, dan menurunkan 16 persen kematian akibat penyakit jantung koroner.Bagi yang terkena hipertensi, mereka hanya perlu mengontrol tekanan darahnya teratur, beraktivitas fisik, berhenti merokok, menjaga makanan, cukup istirahat, dan mengendalikan stres.Direktur Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) Mursyid Bustami menyatakan, hampir 50 persen pasien yang datang berobat ke RS PON dalam kondisi keparahan tingkat akhir. Akibatnya, penanganan lebih sulit dan butuh pemeriksaan lebih komprehensif. Karena itu, tim di RS itu punya sistem penanganan stroke komprehensif, mulai dari pra-rumah sakit, tindakan di RS, hingga kunjungan tenaga medis ke rumah pasien.Rumah Sakit PON yang baru diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disiapkan sebagai pusat rujukan nasional penyakit otak dan saraf. Selain itu, RS tersebut juga dirancang sebagai pusat riset neurosains.Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Hasan Misbach menambahkan, RS rujukan yang jadi RS pendidikan di daerah-daerah telah punya fasilitas dan tenaga medis memadai untuk menangani pasien stroke. Pusat rujukan stroke nasional tetap perlu sebagai rujukan dari daerah dan pengembangan ilmu pengetahuan.