Keputusan Keamanan Rute Penerbangan Ada di Sejumlah Pihak

By , Sabtu, 19 Juli 2014 | 10:04 WIB

Maskapai penerbangan, pemerintah negara yang dilewati, otoritas negara asal maskapai penerbangan, dan pengawas lalu lintas udara adalah pihak-pihak yang menentukan apakah suatu jalur penerbangan aman atau tidak, kata konsultan penerbangan Gerry Soejatman. 

Dalam kaitannya dengan penerbangan KlikMH17 di atas Ukraina timur yang dikuasai pemberontak pendukung Rusia, Gerry mengatakan secara hukum pemerintah Ukraina yang menguasai wilayah tersebut. 

"Legalnya itu masih di bawah Ukraina, jadi harusnya pemerintah Ukraina yang memberikan penilaian, apakah masih aman atau tidak. Saya rasa mereka tidak menyangka bahwa pemberontak akan menembak pesawat sipil dan kemungkinan dari pendukung pemberontak ini tidak menyangka. Ada kemungkinan besar ini ada mistaken identity. Jadi salah tembak," tambahnya kepada BBC Indonesia

Jatuhnya pesawat Boeing 777 milik Malaysia Airlines yang diyakini ditembak pada hari Kamis (17/07) menewaskan 298 orang, menimbulkan pertanyaan tentang apakah suatu keputusan yang tepat untuk terbang di atas daerah perang, meskipun pada ketinggian di atas 30.000 kaki. 

Meski perang jalur tetap dipakai 

Menteri Perhubungan Malaysia Liow Tiong Lai menegaskan rute penerbangan yang dilalui Malaysia Airlines tersebut sering digunakan. 

"Lima belas dari 16 maskapai the Association of Asia Pacific Airlines terbang di atas jalur yang sama dan wilayah udara yang sama. Dalam beberapa jam sebelum kejadian, sejumlah pesawat penumpang dari maskapai penerbangan yang berbeda menggunakan jalur yang sama," kata Liow. 

Kelompok pemberontak pendukung Rusia, yang diduga melakukan penembakan terhadap MH17, diperkirakan memiliki senjata canggih, yang dapat mengenai sasaran di atas 30.000 kaki. 

Badan keamanan penerbangan Eropa, Eurocontrol, menyatakan pemerintah Ukraina telah menutup wilayah udara di bagian timur bagi semua penerbangan.

Semua rencana penerbangan yang menggunakan rute di daerah tersebut telah ditolak. 

Data terakhir yang dirilis oleh Malaysia Airlines menunjukkan pesawat membawa setidaknya 173 orang warga Belanda, 27 Australia, 44 Malaysia—termasuk 15 kru—dan 12 orang WNI, serta sembilan warga Inggris.