Angkutan Massal Masih Terabaikan

By , Senin, 21 Juli 2014 | 13:01 WIB
()

Masyarakat Transportasi Indonesia menilai, pengembangan angkutan massal masih terabaikan dan kurang berpihak kepada masyarakat ekonomi lemah. Hal itu terlihat dari kurang mampunya pemerintah menyediakan sarana mudik yang aman, nyaman, dan selamat setiap kali Lebaran.

Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Ipoeng S Purnomo, Minggu (20/7), di Jakarta, mengatakan, jumlah penumpang angkutan umum pada saat Lebaran cenderung naik dari tahun ke tahun. Namun, hal itu tidak diikuti dengan pertumbuhan transportasi umum.

Misalnya, penumpang yang menggunakan moda angkutan bus yang pada tahun ini diperkirakan berjumlah 5,587 juta orang. Jumlah itu naik 0,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya dengan penumpang sebanyak 5,538 juta.

"Sementara jumlah bus besar dan sedang menurun. Pada tahun 2013, bus besar berjumlah 156.143 unit. Jumlah itu lebih sedikit ketimbang tahun 2012, yaitu 162.952 unit," kata dia.

Imam Sugardo mencuci mobil barunya di rumahnya di Bekasi, sementara istri dan anaknya bermain. Membeli mobil adalah pilihan paling realistis bagi keluarga kelas menengah di pinggiran Jakarta. Ruwetnya mengatur transportasi Jakarta dituangkan dalam NGI Juni 2013. (Edy Purnomo)

Menurut Ipoeng, berkurangnya moda angkutan umum itu menyebabkan pemudik memilih kendaraan pribadi, yaitu mobil dan sepeda motor.

Hal itu menunjukkan, belum ada solusi yang sistematis mengenai angkutan lebaran dengan menggunakan angkutan umum massal yang lebih aman dan selamat.

"Memang sudah ada pemecahan sementara, seperti mudik bersama dengan kereta api, kapal, bus, dan pengangkutan sepeda motor dengan truk," ujarnya.

Ke depan, angkutan massal juga harus berpihak kepada masyarakat ekonomi lemah. Saat ini, angkutan massal yang murah, aman, dan nyaman sangat terbatas. "Kereta api pada Lebaran tahun ini diperkirakan hanya menampung 4,48 juta orang, sementara bus ekonomi sudah tidak banyak yag beredar karena bangkrut," ujar Ipoeng.

Secara terpisah, peneliti Laboratorium Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan bahwa bus ekonomi yang merupakan moda angkutan umum murah beberapa tahun terakhir ini kurang diminati masyarakat.

Hal itu terjadi karena  terminal tidak ditata, terkesan kumuh dan jorok, bernuansa premanisme, serta banyak sopir yang cara mengemudinya membahayakan. "Belajarlah dari penataan kereta api. Stasiun bersih, tak ada calo, tak ada preman, dan bisa tepat waktu. Kereta juga tak berjubel sehingga penumpang merasa nyaman," kata Djoko.