Mengapa Formalin Berbahaya Bagi Tubuh Kita?

By , Selasa, 22 Juli 2014 | 13:55 WIB

Menjelang hari raya Idul Fitri inspeksi mendadak yang dilakukan oleh lembaga pengawas dan pemeriksa kesehatan bahan pangan semakin gencar. Di Jakarta, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Sudin Pertanian dan Peternakan Jakarta Pusat Sarjoni memimpin langsung pemeriksaan bahan pangan yang dijual di Pasar Petojo Ilir, Gambir, Jakarta Pusat.

Sarjoni mengecek tahu dengan mengambil air rendaman tahu dan memasukkannya ke dalam tabung laboratorium bening dan meneteskan cairan kimia 10 kali tetes. Seusai mencampurkannya, Sarjoni mengambil kertas penguji dan mengecek kadar formalin.

Hasilnya, kertas penguji berwarna ungu pekat dan kadar warna melebihi 200 ppm. Hal itu menunjukkan terdapat bahan berbahaya yang terkandung di air tersebut.

"Kalau di atas 200 ppm itu melebih batas normal. Sekali makan itu bikin pecah usus. Bisa rontok," ujar Sarjoni. (Baca juga Hati-hati, Tahu Mengandung Formalin Beredar di Jakarta)

Sementara itu, Saat sidak ke Pasar Tradisional Ancol Bandung, baru-baru ini, BBPOM Bandung menemukan mie berformalin setelah melakukan uji sampel kandungan bahan pangan secara langsung di lokasi pasar. Dari hasil uji tersebut terlihat perubahan warna pada cairan kimia penguji menjadi warna ungu pekat sebagai reaksi dari formalin.

Inspektur Pangan Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung, Fauzi Ferdiansyah, mengatakan bahwa salah satu ciri mie berformalin yang dapat dilihat secara kasat mata adalah kenyal, tidak mudah putus jika ditarik, dan memiliki bau khas formalin.

Menurut Fauzi, BBPOM selanjutnya akan melakukan penyidikan mengenai asal mula produksi mie berformalin tersebut. (Baca juga Hati-hati, Mie Berformalin Beredar di Pasar Tradisional Bandung)

Nah, pertanyaan selanjutnya, mengapa kita harus begitu khawatir dengan formalin, yang menjadi bahan pengawet dalam produk pangan itu?

Formaldehida atau formalin merupakan senyawa organik dengan rumus CH2O atau HCHO. Zat ini adalah aldehida yang paling sederhana dan juga dikenal dengan nama metanal sistematis. Nama umum dari zat ini berasal dari kesamaan dan hubungannya dengan asam format.

Formalin tidak berwarna, dan memiliki bau yang tajam. Tahun 1996, produksinya mencapai kira-kira 8,7 juta ton.

Mengingat zat ini digunakan secara luas, karena sifat bercaun dan ketidakstabilannya, maka merupakan pertimbangan yang signifikan mengenai pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Tahun 2011 National Toxicology Program Amerika menggambarkan formalin sebagai "karsinogen manusia", di mana karsinogen adalah zat yang dapat menimbulkan kanker.

Telah diketahui efek jangka pendek yang ditimbulkan dari formalin, namun tidak untuk jangka panjangnya. Tahun 1980, studi laboratorium membuktikan tikus yang terekspos formalin terkena kanker. Dari penemuan inilah muncul pertanyaan, apakah formalin dapat menimbulkan kanker pada manusia? Tahun 1987, Environmental Protection Agency (EPA) Amerika menyatakan bahwa formalin membahayakan manusia karena mengandung karsinogen. Sejak saat itu formalin dianggap dapat menimbulkan beberapa jenis kanker. Menurut beberapa survey National Cancer Institute (NCI), beberapa orang yang sering terekspos dengan formalin seperti ahli anatomi dan pebalsem lebih berisiko mengalami leukimia dan kanker otak.

Sebuah studi yang dinamakan studi kohort, adalah pengamatan sekelompok orang yang terekspos formalin dan efeknya bervariasi. Sekelompok orang ini kemudian diteliti, apakah terserang penyakit atau tidak. Sejumlah studi kohort yang melibatkan pekerja yang terpapar formalin baru saja selesai. Satu studi, yang dilakukan oleh NCI, melihat 25.619 pekerja di industri dengan potensi terekspos formalin saat bekerja dan estimasi eksposur masing-masing pekerja dengan bahan kimia di tempat kerja. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan risiko kematian akibat leukemia, khususnya leukemia myeloid, di antara pekerja yang terpapar formalin. Risiko ini dikaitkan dengan peningkatan puncak dan tingkat rata-rata eksposur dan durasi eksposur.

Studi kohort lainnya yang dilakukan oleh National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) mengenai 11.039 pekerja tekstil, menemukan adanya keterkaitan antara durasi eksposur kepada formalin dan kematian karena leukimia. Namun, ada pula studi kohort dari 14.014 pekerja industri di Inggris yang tidak menemukan kaitan tersebut.

Analisis awal dari kelompok NCI menemukan peningkatan kematian akibat kanker paru-paru di kalangan pekerja industri. Namun, tidak ada peningkatan akibat kanker paru-paru sebagai dampak terekspos formalin. Oleh karena itu, para peneliti menyimpulkan ada faktor lain yang mengakibatkan peningkatan jumlah orang meninggal, bukan murni penyebab utama formalin. Namun demikian, warga sebaiknya tetap waspada akan dampak-dampak lainnya yang ditimbulkan formalin.