Pelukis Indonesia yang Terkenal di Kalangan Eropa

By , Rabu, 23 Juli 2014 | 13:30 WIB

Raden Saleh lahir di Semarang tahun 1811. Ia belajar melukis dari pelukis Belgia, A. Payen, hingga sekitar tahun 1826. Ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di Eropa, termasuk Paris. Beasiswa itu diberikan padanya dari para inspektur kolonial Belanda, setelah tiga tahun belajar melukis dari A.Payen dan datang ke Belanda.

Tak hanya beasiswa, ia juga direkomendasikan kepada orang-orang penting Belanda seperti Baron Fagel, Dubes Belanda untuk Prancis, dan Baron de Vexela, yang menundukkan pemberontakan Pangeran Diponegoro di Jawa.

Tahun 1845 ia mulai melukis sebuah kanvas besar, berjudul Chasse au cerf (Perburuan rusa), yang dipersembahkan kepada Raja Belanda, juga Chasse au tigre (Perburuan harimau) yang telah dibeli oleh Raja Louise-Philippe di tahun 1864 dengan harga relatif tinggi atas saran Clementine, yang menyokong sang pelukis.

Di tahun 1847, lukisannya yang berjudul Perburuan Rusa di Pulau Jawa dipamerkan dalam pameran tahunan yang berlangsung di Museum Louvre. Lukisan itu berukuran 293 cm x 246 cm, dan disambut hangat oleh publik dan dibeli oleh Raja Louis-Philippe dengan harga 300 francs. (Baca juga: Raden Saleh, Kemasyhuran Pelukis Jawa yang Terlupakan)

Lukisan karya Raden Saleh yang menampilkan suasana kacau saat perburuan di lanskap Jawa masa lampau ini dibuat litografinya oleh C.W Mieling sekitar 1865-1876, berjudul Eene Jagt op Java (Suatu Perburuan di Jawa). (Koleksi KITLV/Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies)

Namun bakat dan ketenarannya tak dapat mencegah kerinduannya kepada kampung halamannya. Ia mulai menunjukkan tanda-tanda keengganan dengan kehidupannya di Paris dan kurang menaruh perhatian pada diri sendiri. Ia sedih dan kesepian, dan ingin kembali ke Jawa untuk bertemu keluarganya.

Satu lukisannya, Berburu Singa di Jawa, tidak dapat dibuat dalam kondisi di mana terjadi pertikaian dan masalah politik di Paris. Peristiwa ini terjadi pada Februari 1848 dan mengakibatkan Raja Louis-Philippe diasingkan.

Tetapi Raden Saleh mengirimkan lukisan itu kepada Raja Willem III dari Belanda, dan segera diterima oleh sang raja dan diletakkan di Rijkmuseum, Belanda. Di tahun 1931 lukisan itu kembali ke Paris untuk yang terakhir kalinya dalam pameran kolonial. Kemudian lukisan itu hancur terbakar karena kebakaran yang melanda paviliun di Belanda. (Baca juga: Pionir di Celah Dua Loka)!break!

Paviliun yang dikenal sebagai Masjid Biru ini dibangun di Maxen, dekat Dresden, Jerman. Mayor Serre mendedikasikan masjid ini untuk Raden Saleh pada 1848. (Koleksi Jutta Tronicke)

Tahun 1848 akhirnya Raden Saleh kembali ke Jawa, dan di sana ia tak pernah menghubungi kenalan-kenalannya di Paris. Hingga 20 tahun kemudian, tepatnya tahun 1869, ia menghubungi Konsul Jenderal Prancis di Batavia, Duschene de Bellecourt, untuk memberikan dua lukisan barunya pada Napoleon III sebagai ucapan terima kasihnya atas sambutan bersahabat dari bangsa Prancis kepadanya 20 tahun yang lalu.

Setelah menerima lukisan-lukisan tersebut, Napoleon III segera mengirimnya dengan kapal Capitole, dan setiba kedua lukisan itu di Paris (Juni 1870) keduanya langsung dipamerkan di istana Tuileries. Sayangnya pernyataan perang antara Prancis dan Prusia menyebabkan istana Tuileries terbakar, bersama dengan kedua lukisan indah milik Raden Saleh di dalamnya.

Juli 1875, Raden Saleh kembali ke Paris untuk yang terakhir kalinya. Ia ingin mencari tahu keberadaan dua lukisan yang habis terbakar itu. Ia menjadi kurang beruntung dengan pecahnya Revolusi Prancis. Namun, akhirnya ia berhasil menjual lukisannya berjudul Berburu Singa di Jawa seharga 805.000 euro atau sekitar US$966.000 ke Jerman.