Disiapkan, Sikap Resmi Indonesia di COP CBD XII

By , Rabu, 23 Juli 2014 | 20:00 WIB

Pemerintah Indonesia siapkan sikap resmi atau kertas posisi pada Konferensi Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati Ke-12 di Pyeongchang, Korea Selatan, Oktober 2014. Indonesia berusaha mengarahkan konferensi untuk menghasilkan solusi atas pengelolaan dan perlindungan biodiversitas darat dan lautnya.

"?Total ada 26 isu yang diusulkan untuk dibahas dalam COP CBD XII. Kami sedang pilih mana yang jadi isu utama dan paling kuat dalam konteks Indonesia," kata Arief Yuwono, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Selasa (22/7), di Jakarta.

Isu-isu strategis bagi Indonesia itu di antaranya pencemaran laut oleh sampah, bising laut, ancaman spesies asing invasif, dan biosintesis.

Sutoro, Ketua Kelompok Peneliti Pengelolaan Sumber Daya Genetik, Badan Litbang Kementerian Pertanian, mengatakan, isu biosintesis masih sangat baru di Indonesia. Produk biosintesis itu di antaranya mikroba untuk menghasilkan perasa mirip vanili hingga tumbuhan algae untuk membuat minyak kelapa.

'Kami masih harus menggali info, apa dampak biosintesis itu bagi keberlanjutan biodiversitas, kesehatan manusia, sosial, hingga ekonomi, " kata dia.

Diakui, isu biosintesis tersebut mirip dengan produk transgenik yang kini masih pro dan kontra. Ia mengharapkan para pakar bisa mengkaji sesuai kepentingan Indonesia.

Secara umum, biosintesis membuat suatu produk/komoditas dihasilkan di pabrik, bukan lahan pertanian. Secara sosial dan ekonomi, berdampak bagi petani. Dari sisi lingkungan, potensi terlepasnya mikroba ke lingkungan.

Endang Sukara dari Biro Subsidiary Body on Scientific, Technical, and Technological Advice (SBSTTA) mengatakan, isu biosintesis merupakan kelanjutan dari Protokol Cartagena yang mengatur produk transgenik. Oleh karena itu, ia berharap pertimbangan bioetik digunakan sebagai dasar pembahasan, selain dasar politik dan ilmiah.

Ia mencontohkan sejarah Revolusi Hijau yang berdampak tergesernya petani-petani lokal. Butuh aspek kehati-hatian.