Pemerintah Indonesia diminta untuk tegas menyikapi keberadaan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang mulai menanamkan pengaruh di sejumlah daerah di Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari adanya deklarasi pendirian ISIS Indonesia di Solo, Bima dan sejumlah wilayah lainnya.
Menurut Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, Muradi, fenomena ini tidak boleh dianggap remeh oleh pemerintah, karena dapat menjadi sebuah ancaman serius bagi keragaman dan kebhinekaan Indonesia.
Itu dilihat Muradi karena rekam jejak ISIS di Timur Tengah yang menganut paham radikal dengan pendekatan kekerasan yang terlegitimasi agama.
"Pemerintah perlu tegas untuk membatasi perkembangan organisasi radikal tersebut di Indonesia," kata Muradi dalam pernyataan pers, Sabtu (2/8).
Menurutnya pemerintah harus segera membatasi ruang gerak ISIS di Indonesia. Pemerintah perlu mendorong Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 Anti Teror untuk memformulasikan program Kontra Radikal dan Deradikalisasi secar efektif.
Saat ini, kata Muradi, keanggotaan ISIS di Indonesia telah membengkak mendekati angka 1.000. Angka itu di luar dari jumlah anggota organisasi yang bekerja di bawah tanah.
"Jadi dalam hal ini juga diperlukan pelibatan instansi selain BNPT dan Polri, misalnya TNI, BIN, Kemlu, Imigrasi dan sebagainya," ucap Muradi.
Dia menilai pendirian ISIS juga menjadi titik temu sejumlah figur dan organisasi radikal yang selama ini terkesan adem sejak tewasnya Dr. Azahari dan Noordin M. Top dan kemudian Osama bin Laden.