Indonesia Harus Tangani Masalah Urbanisasi dengan Serius

By , Selasa, 5 Agustus 2014 | 12:00 WIB

Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bustanul Arifin mengatakan pemerintah perlu meningkatkan perekonomian desa untuk mengatasi masalah urbanisasi.

Selama ini lanjutnya masyarakat di desa merasa dengan pergi ke kota mereka akan lebih baik dan mudah mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik.

Menurutnya perlu ada peningkatan keterampilan masyarakat di desa. Di desa tambahnya angka putus sekolah besar dan mereka perlu dididik dengan pendidikan keterampilan baik yang bersifat informal maupun formal.

Pertanian pun tambahnya perlu ditingkatkan. Sekarang ini petani sedikit yang mempunyai tanah, menguasai bibit dan pupuk karena kebanyakan sudah dikuasai oleh pengusaha-pengusaha besar.

Kebijakan pembangunan ekonomi desa harus lebih menguntungkan petani.

Dia mencontohkan di Amerika Serikat saja sudah berfikir lebih maju, pembagunan pertanian dikaitkan dengan kesehatan. Logikannya kata Bustanul apabila orang desa itu sehat maka produktivitas berjalan bukan hanya di sektor pertanian tetapi juga sektor lainnya.

"Dari situ keterampilan mereka meningkat. Mereka ingin ahli apa, ahli mengelas misalnya. Jika industri pendukungnya ada di sekitar pedesaan mereka tidak harus pergi ke kota besar. Sektor pertanian itu kan artinya luas. Mulai dari on farm ada non-farm. jadi kalau dia menyediakan pupuk organik, keterampilan membikin traktor-traktor tangan, mengangkat pengolahan lain. itu masih masuk pertanian dalam arti luas atau bahasa saya agrobisnis. Pertanian memang wajib ditingkatkan. Program-programnya jangan sampai letoi, jangan sampai betul berubah tidak karuan," papar Bustanul Arifin.

Hal yang sama juga diungkapkan Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola. Dia menyatakan tiap desa tidak bisa berdiri sendiri sehingga pemerintah juga perlu membuat terobosan untuk masalah ini.

Pemberdayaan menurut Thamrin bukan hanya dilakukan untuk masyarakat desa yang laki-laki tetapi juga perempuan. Meski perlu adanya peningkatakan pembangunan desa tetapi pemerintah juga harus betul-betul memperhatikan dan dapat menentukan wilayah mana yang masuk sebagai wilayah industri.

"Paling bagus kalau bikin model, lima kota besar itu di tengah. Itu (menjadi) pusat, yaitu metropolitan. Tapi yang mengelilinginya ada 350 kota menengah di seluruh Indonesia. Baru di luarnya itu daerah pedesaan. Sehingga beberapa desa di pinggiran akan diserap oleh satu kota menengah tertentu," kata Thamrin.

Wakil Ketua Komisi pemerintahan DPR, Chotibul Umam mengakui otonomi daerah belum berjalan maksimal. Meski belum maksimal tambahnya diharapkan dengan adanya pelaksanaan Undang-undang desa dimana setiap desa direncanakan akan diberikan dana Rp1 milliar bisa menjadi stimulus bagi pembangunan desa.

"Problemnya dalam otonomi daerah masih belum punya kesiapan membangun secara fokus terhadap desa-desa yang berbeda-beda. kan semua sama rata modelnya. Soal UU Desa. Sebenarnya ini stimulan dari idealnya negara agraris dan maritim kayak Indonesia, 30 persen APBN masuk ke desa. Dilihat dari UU Desa sekarang, sepuluh persen bukan dari APBN. Dari dana pusat dikelola oleh teman-teman LSM dan lembaga selama ini didedikasikan untuk pembangunan desa," demikian penjelasan Chotibul Umam.