Krueng Teunom Tidak Lagi Sehat

By , Selasa, 5 Agustus 2014 | 14:56 WIB

Krueng Teunom di Aceh Jaya kini tak lagi sehat dan aman, baik secara ekologis maupun hidrologis. Ribuan ekor ikan ditemukan mati mengapung di sungai itu, terutama ikan jenis kerling, seminggu terakhir ini. Bahkan beberapa orang dilaporkan tumbang setelah mengonsumsi ikan langka yang dagingnya lezat itu dari aliran Krueng Teunom.

Tim Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, berdasarkan pantauan lapangan, menduga ikan yang mati massal itu disebabkan air Krueng Teunom tercemar logam berat.

Kepala DKP Aceh, Raihana menyatakan, air sungai itu tercemar logam berat karena gejala klinis dari ikan-ikan yang mati itu mengindikasikan demikian. Antara lain, insang memerah, mata memutih, dan sisik mengalami pendarahan. Ciri lainnya yang sangat khas adalah tingkat kematian ikan semakin tinggi pada saat air sungai menyusut.

Ini implikasi logis dari adanya zat polutan berupa logam berat di sungai atau di danau dan laut. Tatkala massa airnya berkurang, maka toksifikasi (zat racun) yang ditimbulkan setiap logam berat kian tinggi dan semakin mematikan.

Sementara itu Kepala Badan Penanggulangan Dampak Lingkungan Daerah Aceh Anwar Muhammad mengutarakan, kemungkinan besar kematian massal ikan sungai akibat sungai tercemar limbah pertambangan.

Dalam tujuh tahun terakhir lebih dari seribu orang terlibat setiap hari dalam aktivitas penambangan emas secara ilegal di Gunong Ujeuen, Aceh Jaya.

Di sentra-sentra pengelohan yang dinamakan gelondongan itulah para perajin menggunakan merkuri atau air raksa untuk memisahkan butiran emas dari batu dan tanah.

Setelah itu, sisa batuan dan tanah yang bercampur residu air raksa tersebut mereka buang ke tanah. Ketika hujan mengguyur, residu merkuri tersebut pun terdorong ke sungai, ke sawah, tambak, bahkan meresap ke sumur penduduk.

Peristiwa ini terus berulang hari demi hari, bahkan sudah berbilang tahun. Tanpa mereka sadari, praktik yang penuh risiko inilah yang diyakini telah mencemari Krueng Teunom dan akhirnya ikan-ikan di sungai itu pun terkontaminasi zat merkuri sehingga mati massal. Tak heran, ketika ikan yang tercemar merkuri itu dikonsumsi warga setempat, mereka pun bertumbangan.

Harian Serambi Indonesia empat bulan lalu menyoroti bisnis ilegal merkuri dan pencemaran merkuri di Aceh Jaya sebagai liputan eksklusif; mengungkap secara gamblang bagaimana mata rantai merkuri masuk Aceh dari Jakarta melalui jalur ilegal. Tapi kepolisian di Aceh, khususnya Polres Aceh Jaya dan Pidie, bagai tak bersemangat sedikit pun menggulung sindikat penjualan merkuri ilegal untuk penambangan emas ilegal ini.

Akibat sikap pembiaran dari aparat keamanan itu, dampak yang lebih parah dari pencemaran logam berat di sungai pun, mulai kita rasakan sekarang. Ikan tercemar, warga keracunan.