Tragedi Hiroshima yang Berdampak Panjang

By , Rabu, 6 Agustus 2014 | 12:02 WIB

Tepat 69 tahun lalu, Kota Hiroshima hancur karena ledakan atom yang dijatuhkan pesawat milik Amerika, bernama Enola Gay. Pesawat pembawa bom bertipe B-29 itu bertolak dari kepulauan Tinian menuju Hiroshima, Jepang. (Baca dalam Misi Rahasia Membungkam Jepang)

Hiroshima dipilih untuk dijatuhkan bom oleh Amerika karena pusat industri dan berbagai kepentingan militer terdapat di Kota itu. Hiroshima merupakan tempat dari Markas Besar terpenting dipimpin Marshal Shunroku Hata yang melakukan perlindungan untuk bagian selatan Jepang. Juga di kota inilah Istana Hiroshima berdiri.

Hiroshima menjadi pilihan karena kemungkinan bom dapat menyapu keseluruhan daerah dan efek yang ditimbulkan dari ledakan sudah dapat diprediksi. Target utama bom nuklir ini berada di jembatan persimpangan antara Sungai Honkawa dan Motosayu. Jembatan itu berada di dekat pusat Kota Hiroshima.

Satu dekade setelah serangan ke Kota Hiroshima, efek jangka panjang mulai dirasakan oleh korban selamat. Insiden penyakit kanker terus meningkat sejak 1956. Ternyata meningkatnya tumor dan kanker yang terus meningkat akibat dari resiko paparan radiasi dari bom atom.

Tak hanya itu saja, efek yang paling mematikan yang dihadapi ialah leukemia. Penyakit ini lebih banyak menyerang anak-anak. Meningkatnya kasus leukemia pada anak-anak muncul setelah dua tahun pascaledakan dan terus bertambah.

Dicatat sekitar 1900 kematian oleh sebab kanker. Berdasarkan sebuah penelitian di bidang epidemiologi oleh Radiation Effects Research Foundation dari tahun 1950 hingga 2000, setidaknya 46 persen kematian diakibatkan karena leukemia dan 11 persen kematian akibat kanker disebabkan oleh paparan radiasi.