Kain tenun ikat tradisional khas Bali, endek, memiliki potensi yang dikembangkan lebih luas pemakaiannya, termasuk untuk dunia mode. Endek memiliki motif yang bervariasi dan dapat dipadupadankan dengan bahan tekstil lainnya menjadi karya busana.
Hal itu disampaikan desainer di Bali, Dwi Iskandar, ketika ditemui di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, Minggu (10/8). "Sekarang kain tenun kembali digemari, banyak dipakai. Pemerintah daerah di Bali juga mulai menggalakkan pemakaian endek," kata Dwi, yang juga Ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Bali.
Hal senada disampaikan Lia Mustafa, desainer asal Yogyakarta, yang juga Ketua APPMI Yogyakarta. Menurut Lia, pemakaian kain tenun, termasuk endek, sebagai busana kasual ataupun busana pesta dapat menarik minat kalangan generasi muda untuk menggunakan.
"Peluang endek cukup besar untuk dikembangkan, apalagi endek rutin diperkenalkan dalam berbagai acara di daerah," kata Lia ketika berada di Singaraja.
Dwi dan Lia bersama sejumlah desainer, di antaranya Gede Yudi dan Weda Githapradana, ikut tampil meramaikan acara Karnaval Endek Buleleng 2014. Mereka menampilkan karya-karya berbahan endek pada malam pergelaran ekshibisi busana di Karnaval Endek Buleleng 2014, Minggu.
Selain pergelaran busana, Karnaval Endek Buleleng 2014 juga disemarakkan dengan parade endek dan pawai mobil hias. Parade endek melibatkan kalangan sekolah menengah dan perguruan tinggi di Buleleng, perguruan tinggi dari Denpasar, serta tim karnaval dari Universitas Negeri Yogyakarta. Karnaval Endek Buleleng dirangkai dengan penyelenggaraan Festival Buleleng 2014.
Ketika membuka parade, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengatakan endek sebagai tenun khas Buleleng memiliki beragam motif. Namun, banyak motif yang terancam hilang karean endek minim peminat dan pemakai. Agus menyatakan, penyelenggaraan Karnaval Endek Buleleng pada Festival Buleleng 2014 untuk mempromosikan kembali penggunaan endek di kalangan masyarakat.