Keterkejutan saya kian menjadi-jadi tatkala saya menyadari bahwa presiden ketujuh yang akan dilantik 20 Oktober 2014 mendatang ini tengah melakukan sebuah sesi wawancara. Wawancara untuk mengisi salah satu pos di kabinet pemerintahannya. Pos jabatan Menteri Kehutanan.
Potret Hutan Indonesia: Potensi dan PeluangSebagai seorang rimbawan profesional yang sudah puluhan tahun berkecimpung di birokrasi, saya memupus keterkejutan saya. Sebaliknya, dengan rasa percaya diri saya mulai memaparkan visi tentang pembangunan kehutanan ke depan. Saya mengawali dengan memaparkan potret hutan dan kehutanan Indonesia.
Indonesia memiliki hutan seluas 133,4 juta hektar yang terbagi ke dalam kawasan hutan produksi (HP) seluas 57,9 hektar, hutan lindung (HL) seluas 30,1 juta hektar, hutan konservasi (HK) seluas 27,4 juta hektar, dan hutan yang dapat dikonversi (HPK) seluas 17,82 juta hektar.
Semua itu merupakan modal utama yang harus dikelola dan dimanfaatkan untuk mewujudkan amanat konstitusi. Siapapun yang menerima mandat sebagai Menteri Kehutanan kelak, harus berjuang mewujudkan ideologi rimbawan. Mewujudkan kelestasian hutan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.
Sesuai tujuan dan fungsinya, pemanfaatan HP harus memberikan produktivitas hasil hutan yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan industri kehutanan. Sudah saatnya produksi kayu hutan tanaman yang dikelola oleh BUMS maupun BUMN menggantikan peran hutan alam yang selama ini menjadi sumber bahan baku. Bukan hanya bahan baku industri, melainkan juga mampu mendukung ketahanan pangan dan mendukung pemenuhan energi melalui pengembangan energi terbaharukan.
Sementara degradasi HP sangat mendesak untuk dilakukan restorasi guna mengembalikan keseimbangan ekosistemnya. Demi keadilan dan pemerataan, sudah saatnya pemerintah memperbanyak pemberian izin konsesi hutan tanaman rakyat kepada warga masyarakat sekitar hutan.
Karena saya non partisan, maka dalam memberikan izin konsensi, seandainya kelak menjadi Menteri Khutanan, saya tidak akan pilih-pilih warga masyarakat berdasarkan pilihan ideologi maupun afiliasi pilihan politiknya. Semua warga dan kelompok masyarakat tidak boleh dibeda-bedakan. Terutama untuk areal-areal HP yang masih open access, dan berdekatan dengan areal perusahaan-perusahaan pemegang izin hutan tanaman. Ini juga menjadi strategi resolusi konflik bagi terwujudnya kemitraan di antara masyarakat dan pengusaha.
Di sisi lain, kawasan HL yang kewenangannya kini berada di provinsi atau kabupaten atau kota dimana pengelolaannya belum optimal perlu didukung solusinya. Salah satunya melalui dukungan penyiapan sumber daya manusia rimbawan yang kompeten disamping peningkatan alokasi sumber pembiayaan melalui APBN maupun APBD. Untuk mengurangi ketergantungan dan memberikan nilai tambahan, perlu segera ditingkatkan pemanfaatannya agar mampu memberikan nilai ekonomi yang memadai bagi penambahan kas dan keuangan daerah.