Virus chikungunya menyebabkan demam, dan nyeri sendi. Awalnya virus ini hanya ditemukan pada benua Afrika dan Asia Tenggara, tapi sejak tahun lalu telah menyebar sampai Amerika dan Karibia.
Kebanyakan pasien chikungunya di Amerika Serikat terjangkit virus setelah bepergian dari Karibia. Namun, empat kasus chikungunya berada di Amerika Serikat.
DARPA ditantang untuk mengetahui penyebaran virus dan bagaimana perkembangannya di Karibia, Amerika Utara dan Tengah.
Hingga saat ini, belum ada vaksin untuk chikungunya, tapi dari temuan penelitian yang diterbitkan Rabu (15/8), telah ada perkembangan.
“Kami berupaya untuk menciptakan alat yang bekerja lebih cepat dibanding epidemi, sehingga mempunyai kesempatan untuk melakukan pencegahan penyebaran virus,” ujar Kolose Matthew Hepburn, program manajer DARPA.
“Prediksi ini akan sangat membantu pejabat kesehatan masyarakat untuk menanggulangi penyakit menular, walau masih sulit diprediksi,” ujar Hepburn.
‘Peramalan’ yang dimaksudkan adalah mencoba memecahkan teka-teki dengan beberapa potongan yang hilang dan gambaran samar. Sebelumnya, para ilmuwan telah dikembangkan peramalan penyakit influenza. Kemudian dipelajari bagaimana virus dapat tersebar di seluruh dunia.
Hingga saat ini, belum ada vaksin untuk chikungunya, tapi dari temuan penelitian yang diterbitkan Rabu (15/8), telah ada perkembangan.
Orang yang terinfeksi chikungunya akan mengalami demam, nyeri sendi, sakit kepala, sendi bengkak atau ruam. Kebanyakan orang yang terinfeksi akan sembuh setelah terjangkit selama satu minggu. Namun beberapa kasus orang akan terus mengalami sakit selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).