Wujudkan Kedaulatan Pangan dengan Keanekaragaman Hayati

By , Senin, 18 Agustus 2014 | 18:46 WIB

Kedaulatan pangan yang dicita-citakan oleh Indonesia dapat dicapai dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati dalam pengelolaan pertaniannya. Keanekaragaman hayati Indonesia juga menjadi solusi terhadap kelaparan dan kemiskinan.

Hal ini diungkapkan oleh tokoh benih internasional, Dr. Vandana Shiva, pada kuliah umum yang dilakukan di Balai Sidang Universitas Indonesia, hari Senin (18/8).

Menurutnya, cara pertanian monokultur justru akan menjadi pemicu kerusakan alam dan pada jangka panjang akan menciptakan kelaparan. "Karena pertanian monokultur tidak mengindahkan potensi keanekaragaman hayati," ujarnya. Sistem pertanian ini justru akan sangat rentan untuk dimonopoli.

Selain itu, penggunaan pupuk kimia dan pestisida pada cara monokultur akan mengakibatkan berkurangnya daya dukung tanah terhadap produksi pertanian.

Berdasarkan data badan ketahanan pangan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia (RI), potensi sumber pangan yang dimiliki Indonesia adalah sekitar 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan,389 jenis sumber buah-buahan, 228 jenis sayuran, 40 jenis buah minuman, dan 110 jenis rempah. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang megabiodiversitas.

Seharusnya, potensi ini dikelola dengan baik dengan memperhatikan aspek keanekaragaman hayatinya, baik dari sisi benih maupun sistem penanamannya, sehingga cita-cita kedaulatan pangan dapat tercapai. Melalui pendekatan keanekaragaman hayati, Indonesia juga tidak menjadi tergantung pada satu jenis sumber pangan saja.

Vandana mengingatkan untuk terus melakukan konservasi keanekaragaman hayati dengan menyentuh aspek ekologi, ekonomi dan sosial.

Di India, aktivis lingkungan ini telah berhasil menciptakan kemandirian petani akan benih dan mampu membangun kedaulatan pangan. Selain itu, penerima Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prize) tahun 1993 dan Sydney Peace Prize tahun 2010 ini juga berhasil mengembangkan pengetahuan tradisional dalam peningkatan ketahanan pangan melalui eco-agriculture serta membangun gerakan eco-feminism di seluruh dunia. 

“Pertanian monokultur tidak mengindahkan potensi keanekaragaman hayati.”

Salah satu buktinya adalah apa yang Vandana lakukan di Rajasthan, Sikkim, Uttaranchal, dan ladangnya sendiri, seperti yang dia cantumkan dalam publikasinya, Health per Acre.

Di daerah-daerah tersebut, dengan total lahan setidaknya 5.000 hektare, pada tahun 2002 telah berhasil membudidayakan kembali tanaman serelia lokal yang dulu sempat menghilang karena proyek pertanian monokultur.

"Dengan usaha ini kami berhasil memberi makan India," katanya.

Pada daerah-daerah binaannya itu, Vandana setidaknya menanam 7 hingga 12 jenis tanaman di satu lahan untuk menjamin keanekaragaman hayatinya. Hal ini penting dilakukan karena keanekaragaman hayati akan menciptakan keseimbangannya. 

Sehingga tanaman itu akan bekerja dengan sendirinya dan memberikan hasil pada kita, ungkapnya.

Yayasan Keanekaragam Hayati Indonesia (KEHATI) bersama-sama dengan Mantasa, Universitas Indonesia, serta didukung oleh sejumlah organisasi mengundang Vandana Shiva ke Indonesia untuk berbagi pengalaman dan inspirasi tentang usahanya menciptakan kedaulatan pangan di India.

"Cara pandang Vandana dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat sehingga mereka bisa melakukan kontrol terhadap program-program kedaulatan pangan yang nantinya dijalankan pemerintah," ujar Officer Edukasi dan Outreach Yayasan KEHATI Rina Kusuma.