Pembaruan Tali di Carstensz Pyramid: Gunung dengan Teknik Kesulitan Amat Tinggi

By , Senin, 18 Agustus 2014 | 18:00 WIB

Carstensz Pyramid atau Ndugu Ndugu dalam istilah lokal, menjulang setinggi 4.884 meter di atas permukaan laut di Papua. Gunung yang berada di jajaran Pegunungan Sudirman ini pun memiliki gelar sebagai puncak tertinggi di Indonesia, sekaligus ditahbiskan sebagai salah satu gunung tertinggi, selain enam gunung lainnya di seluruh penjuru dunia.

Berkat gelarnya ini, Carstensz pun diburu oleh para pendaki yang ingin meraih gelar seven summiteer, gelar bagi pendaki yang mencapai tujuh puncak dunia tersebut. Carstensz Pyramid terkenal memiliki tingkat kesulitan pendakian yang amat tinggi, dibayangi oleh kondisi cuaca yang ekstrem, dengan curah hujan yang tinggi setiap tahunnya.

Pada jalur normal, pemanjatan dinding tegak Carstensz Pyramid dihiasi dengan tebing yang memiliki kombinasi kemiringan antara 60 hingga 80 derajat. Oleh karena itu, dari Lembah Kuning yang memiliki ketinggian 4.250 mdpl, setiap pendaki wajib menggunakan tali pengaman yang terbagi dalam lima etape (Lembah Kuning - Teras Kecil 1 - Teras Kecil 2 - Teras Besar - Summit Ridge - Puncak Carstensz Pyramid).

Tak hanya satu tali yang terpasang di jalur ini. Para pendaki kerap memasang tali bagi pemanjatan mereka sendiri, tanpa membuang yang telah usang. Umumnya, tali yang baru bisa digunakan selama kurang lebih empat tahun. Namun dengan kondisi cuaca ekstrem yang ada di Papua, biasanya umur tali hanya layak digunakan selama dua tahun.

Pada Februari 2009, tim Mahasiswa Pecinta Alam Mahitala Unpar didukung PT Freeport Indonesia melaksanakan penggantian tali pemanjatan dengan total sepanjang 525 meter, disertai dengan 18 jangkar baru. “Saat itu kami memasang satu tali di satu jalur,” ungkap Frans, peserta pendakian yang juga seven summiteer, mengenang penggantian tali saat itu. Artinya, mereka harus bekerja ekstra untuk mencopot dan membawa turun tali lainnya.

Iwan Wirawan, seven summiteer dari Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri, mengisahkan bahwa pada 2010, timnya bersusah payah mengganti tali di lima titik pendakian. Selain itu, mereka juga memasang tali di titik tyrolean, tempat pendaki harus menyeberang menggunakan tali untuk sampai di puncak.

Tak hanya sampai di sini. Kepedulian para pendaki Wanadri dengan keselamatan pendakian internasional di Carstensz berlanjut pada tahun 2012. “Saat itu kami lebih banyak membawa tali, ada lima roll, masing-masing 50 meter,” ujarnya sambil mengenang bobot setiap gulungan yang kira-kira mencapai tujuh kilogram.

Kepedulian para pemuda ini terhadap keselamatan pendakian terus bergulir. Sebelum mengibarkan bendera merah putih di puncak Carstensz, 17 Agustus 2014, selama empat hari para pendaki Mahitala Unpar kembali bergantian memasang 14 gulung tali di sepanjang jalur pemanjatan.

“Penggantian tali dimulai sejak pukul 06.30 sampai 16.00,” ungkap Dias Ramadhan Zainal (21), salah seorang anggota tim yang dihubungi (18/8/14) di Tembagapura. Penggantian tali di jalur ini ternyata tak semudah membalik telapak tangan. Cuaca menjadi salah satu tantangan utama meraka. Dias berkisah, di atas jam 10, biasanya hujan es serta salju akan terus-menerus mendera mereka hingga kegiatan berakhir.