Kota Surabaya memiliki Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Pohon, yang secara resmi disahkan DPRD Kota Surabaya di akhir masa bakti 2009-2014 pada akhir Agustus ini. Perda yang disahkan pada rapat paripurna, Jumat (22/8), mengatur mengenai perlindungan terhadap pohon serta sanksi bagi pelaku penebangan pohon maupun pelanggaran lainnya.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, keberadaan Perda ini menggantikan Perda serupa yakni Perda nomor 18 tahun 2003 tentang retribusi pohon, yang kemudian dianulir oleh UU nomor 27 tahun 2009 tentang Retribusi dan Pajak Daerah, yang melarang penarikan retribusi pohon di luar yang sudah ditentukan.
"Selama ini banyak yang nebang, tapi kita tidak bisa memberikan sanksi. Dengan Perda ini akan jelas sanksinya," kata Tri Rismaharini yang lebih akrab dipanggil Risma.
Sanksi penebangan pohon ini tidak hanya berlaku bagi masyarakat umum, melainkan juga bagi pemerintah. Risma mencontohkan bila pemerintah menebang pohon untuk proyek pembangunan sekalipun, maka pemerintah juga wajib melaksanakan sanksi yang ditetapkan.
"Ada sanksinya bagi penebang pohon, termasuk bila itu dilakukan oleh pemerintah," tegasnya.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya diwajibkan segera melakukan pendataan terkait jumlah dan jenis pohon yang dimiliki pemerintah kota. Selain itu pemerintah kota juga akan mengasuransikan seluruh pohon yang dimiliki, agar bila ada pohon yang roboh sehingga mengakibatkan korban, maka pemerintah dapat memberikan asuransi terhadap korban.
Ketua Panitia Khusus Perda Perlindungan Pohon, Eddy Rusianto mengatakan, terdapat denda bagi pelanggar aturan Perda, yaitu penggantian pohon yang jumlahnya telah diatur di dalam Perda.
Denda bagi penebang pohon sesuai aturan yang diamanatkan di dalam Perda, wajib menggantinya dengan pohon lain. Sebagai gantinya, dalam Perda baru ini ditetapkan denda bagi pemotong pohon.
Untuk pohon berdiameter 0-30 sentimeter, dendanya berupa mengganti pohon berdiameter serupa dengan jumlah sebanyak 35 pohon. Jika diameter pohon mencapai 50 cm, maka dendanya adalah pohon dengan diameter serupa sebanyak 50 pohon. Serta jika diameter pohon yang dipotong lebih dari 50 sentimeter, maka dendanya adalah 80 pohon.
"Jenis pohonnya tidak harus sama, tapi harus sesuai dengan kebutuhan. Tempat tanamnya tidak harus ditempat asal, tapi bisa ditentukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP)," papar Eddy.
Selain sanksi denda berupa penggantian pohon yang ditebang, Perda ini juga mengatur larangan bagi perusakan pohon seperti memaku, menempel poster, membakar, menyiram bahan kimia, serta perbuatan merusak lainnya yang diancam sanksi pidana kurungan tiga bulan dan denda Rp50 juta.
Ketua DPRD Kota Surabaya Mohammad Mahmud mengatakan Perda tentang Perlindungan Pohon ini merupakan yang pertama di Indonesia.
"Perda ini sudah diserahkan ke Gubernur Jatim Soekarwo pada hari yang sama untuk dievaluasi. Biasanya butuh waktu sepekan untuk diberlakukan," ungkapnya. Mahmud mengatakan, mulai 2011 hingga kini, tidak ada regulasi yang mengatur perlindungan pohon di Surabaya karena diatur dalam Perda Reklame.
Sementara itu Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Ony Mahardika mengatakan, peraturan ini hendaknya dapat dijalankan dengan tegas oleh pemerintah, termasuk bila pelaku penebangan adalah pemerintah sendiri.
Proyek pembangunan yang mengharuskan adanya pembebasan lahan, yang itu secara tidak langsung harus menebang pohon menjadi tantangan bagi pemerintah untuk bersikap tidak tebang pilih dalam menjalankan aturan.
"Penerapan aturan itu harus tegas, jangan hanya bisa membuat Perda. Pemkot Surabaya harus bisa memberi contoh yang baik, termasuk terkait rencana pembangunan monorail jangan sampai mengorbankan pohon yang sudah lama ada," ujar Ony.
Dia juga menyoroti poin aturan yang mengharuskan penggantian pohon di tempat lain, sesuai petunjuk Dinas Kebersihan dan Pertamaan, yang itu tidak dapat menggantikan fungsi pohon itu di tempat asalnya.
"Pemindahan pohon ke tempat lain tidak bisa menggantikan 100 persen fungsi pohon itu di lokasi awalnya. Kita mengkritisi hal itu karena prakteknya akan sangat susah," pungkas Ony.