Ekowisata Berbasis Kolaborasi Untuk Tangkal Jual Beli Pulau

By , Kamis, 28 Agustus 2014 | 17:25 WIB

Ramainya pemberitaan tentang penjualan Pulau Kiluan, di Kabupaten Tanggamus, Lampung menunjukkan bahwa negara ini memiliki potensi wisata yang luar biasa. Selain itu, jika kabar penjualan itu benar, maka hal tersebut menunjukkan kelemahan pengelolaan pulau-pulau kecil oleh pemerintah daerah.

"Biasanya yang akan membeli atau menyewa adalah pihak asing, dan mereka sangat paham tentang potensi pulau-pulau kita," ujar Basuki Rahmad, Officer Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), di kantornya, Kamis (28/8).

Kecenderungan penjualan atau penyewaan pulau kepada pihak asing adalah karena kurang dimanfaatkannya pulau-pulau kecil tersebut dan juga karena kurangnya investor dalam negeri.

Namun, dengan maraknya berita tentang penjualan pulau di Indonesia, Basuki semakin yakin bahwa Indonesia adalah juaranya dalam hal wisata bahari. "Pemanfaatan pulau-pulau kecil sebagai tempat wisata harusnya dapat menjadi daya saing bangsa dan menjadi nilai tawar Indonesia di mata dunia," katanya.

Berita tentang penjualan pulau di Indonesia bukan hanya terkait Pulau Kiluan saja. Di tahun 2009, situs penjualan pulau yang sama, www.privateislandsonline.com, menampilkan tiga pulau di Mentawai untuk dijual. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Makaroni seluas 14 hektar yang senilai US$ 4 juta, Pulau Siloinak yang memiliki luas 24 hektar dengan harga US$ 1,6 juta dan Pulau Kandui dengan luas 26 hektar yang dihargai US$8 juta.

Respon beragam kemudian muncul dari kasus-kasus penjualan pulau ini. Akan tetapi faktanya, pihak asing sangat tertarik pada pulau-pulau eksotis di tanah air. Jika pada akhirnya pulau-pulau kecil dikuasai oleh pihak asing, maka manfaat dan keuntungannya cenderung tidak kembali ke masyarakat atau ke pemerintah daerah.

Oleh karena itu, diperlukan bentuk pengelolaan pulau-pulau kecil yang mampu memberdayakan masyarakat sekitarnya. "Yaitu dengan konsep kolaborasi," tegas Basuki.

Selama beberapa tahun terakhir, bersama mitra-mitranya, Yayasan KEHATI telah berhasil mengembangkan ekowisata yang berbasis desa dan masyarakat. Dari program tersebut telah berhasil dibentuk ekowisata di bidang pertanian bersama Jaringan Ekowisata Desa (JED) di Bali, lalu bersama Komunitas Mandiri Sangihe (KOMASA) mengembangkan ekowisata pesisir di Sangihe, Sulawesi Utara dan bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat Berau Lestari (BESTARI) mengembangkan ekowisata berbasis pulau kecil di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur.

Cara pengelolaan pulau kecil yang melibatkan langsung masyarakat akan memberikan manfaat pada pelestarian kearifan lokal dan keaslian daerah. Selain itu, hasil dari pengembangan ekowisatanya akan memberikan pekerjaan pada putra-putra daerah.

"Jika pulau dikelola oleh asing, maka sumber dayanya biasanya didatangkan dari luar dan omsetnya akan dikirim keluar," kata Basuki. Untuk mengelola pulau-pulau kecil memang tidak mudah. Akan tetapi dengan kolaborasi berbagai pihak, hal tersebut akan dapat diwujudkan dengan mudah.

"KEHATI sudah membuktikannya," ujar Basuki menambahkan.

Saat ini, pengelolaan ekowisata yang dilakukan KEHATI telah berhasil merangkul masyarakat lokal, pemerintah daerah, pihak swasta, bahkan institusi pendidikan.

Masing-masing elemen tersebut mengambil perannya masing-masing untuk dapat mengembangkan wisata di pulau-pulau kecil. 

Pengelolaan pulau-pulau kecil memang tidak semudah membalik telapak tangan. Namun, Basuki yakin dengan kolaborasi maka pekerjaan itu akan bisa diselesaikan. Pulau-pulau kecil yang memberikan manfaat bagi masyarakatnya akan memperkuat kedaulatan Indonesia.

"Oleh karena itu, sebelum mengunjungi pulau-pulau di luar negeri, mari kunjungi pulau-pulau kita sendiri untuk membuktikan keindahannya. Dengan mengunjungi pulau-pulau kita maka secara langsung akan terbangun wawasan kebangsaan dan cinta tanah air, sekaligus memperkuat NKRI," tegas Basuki.