Kulit Tiruan ini Terinspirasi dari Gurita

By , Sabtu, 14 Maret 2015 | 09:15 WIB

Gurita menghindari predator dengan cara mengubah warna kulitnya dan kemampuannya memburamkan diri untuk menyatu dengan lingkungannya hanya beberapa milidetik. Trik kamuflase ini adalah sifat yang dimiliki semua cephalopoda, termasuk cumi-cumi dan sotong. Dan sekarang manusia pun ikut beradaptasi dengan kemampuan merubah warna kulit tersebut.

Sekelompok peneliti dari University of Houston dan University of Illinois di Urbana-Champaign telah menciptakan kulit tiruan yang mampu menyerap cahaya ketika menyinari beberapa bagiannya, kemudian merubah warna, menyesuaikan dengan warna cahaya tersebut. Kulit tiruan tersebut dapat berubah dari warna hitam ke putih secara selektif, tergantung di mana cahaya menunjuk.

Desain ini dibuat berdasarkan kulit cephalapoda, yang terdiri atas pigmen spesial bernama chromatophore. Sekelompok otot mengendalikan ukuran chromatophore tersebut, mengubah warnanya dan menciptakan pola berbeda. Molekul pengindera cahaya bernama opsin pun mampu membantu cephalopoda menggunakan kulit mereka untuk "melihat" cahaya, memicu adaptasi kompleks yang dapat mereka lakukan.

Kulit tiruan ini dijelaskan secara detil dalam jurnal PNAS, bahwa ia meniru proses biologis pada gurita. Lapisan atas dari kulit tiruan terbuat dari zat warna yang sensitif terhadap panas, yaitu hitam dalam suhu ruangan dan tidka berwarna di suhu 116 derajat Fahrenheit (sama dengan chromatophore). Lapisan kedua di bawahnya terbuat dari banyak ubin perak reflektif, menciptakan latar belakang putih. Dan lapisan ketiga berisi sirkuit silikon yang mengendalikan suhu pada lembaran kulit.

Lapisan keempat dan terakhir kulit tiruan tersebut mengandung susunan fotodetektor pengindera cahaya yang berfungsi seperti opsin cephalopoda. Detektor ini bekerja ketika ada cahaya yang bersinar dan memberitahukan sirkuit untuk memanaskan bagian-bagian tertentu. Hal ini akan membuat lapisan teratas menjadi berwarna, dan pada gilirannya membuat latar belakang putih.

Lembar berlapis ini tebalnya kurang dari 200 mikron, hanya dua kali ukuran rambut manusia, dan landasan karet silikon membuatnya fleksibel. Namun, kulit ini hanya bisa berubah dari warna hitam ke putih dan membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama, sedangkan cephalopoda mampu berubah menjadi berbagai warna dalam hitungan detik.

"Ini merupakan titik awal yang baik," kata John Rogers, salah satu peneliti utama proyek tersebut. Tentunya jika Rogers dan tim penelitinya terus mengembangkan sistem kulit tiruan tersebut menjadi mampu beradaptasi dengan berbagai warna, kulit kamuflase ini mampu membuat seseorang (hampir) menghilang, dan hal ini berdampak besar dalam penggunaan militer.