Nikmat Makan Ikan Bakar Sambil Nostalgia Sejarah

By , Jumat, 12 September 2014 | 20:46 WIB

Menyantap ikan bakar sambil menikmati sepotong sejarah sebuah kota. Cerita tentang hotel yang berlubang di tengah akibat serangan bom pada masa Perang Dunia II. Atau tentang pilot pertama pesawat tempur F-16.

Pandang mata menyapu gedung tiga lantai berwarna merah muda. Gedung berplang Hotel Siswa itu tampak mencolok di antara bangunan-bangunan lain di ruas Jalan Baso Daeng Patompo, Parepare, Sulawesi Selatan. Gedung itu pernah dibom pada saat Perang Dunia II. Hasan Lukman (63) alias Lo Giap San, pemilik Restoran Asia tempat kami makan siang, berbagi cerita masa kecilnya. Tempat makan yang berlokasi di tengah-tengah rute perjalanan antara Makassar dan Toraja ini adalah restoran pertama di Parepare yang berdiri tahun 1950.

Hotel Siswa, kata Hasan, dulunya toko onderdil Bang Hong Liong milik orang terkaya di Parepare yang dibangun tahun 1940-an. Toko itu kemudian terkena bom di bagian tengah bangunan dan menyisakan lubang. Jika hujan tiba, lubang itu berubah menjadi kolam. Hasan kecil kerap bermain-main bersama anak-anak lainnya di kolam itu sebelum gedung itu kemudian direnovasi lalu dijual pada tahun 1970-an dan berubah fungsi menjadi hotel. "Bagian tampak depan masih asli seperti dulu," kata Hasan.

Kami menikmati cerita masa lalu itu sembari menyantap kenyal daging ikan kerapu bakar. Rasa manis yang menandakan kadar kesegaran daging ikan mengiringi keterpukauan kami menyimak sekeping sejarah di pesisir barat Sulawesi.

Semula sajian utama restoran ini adalah makanan Tionghoa. Pada tahun 1970, Hasan menambah menu dengan ikan bakar. Ikan hanya diolesi minyak sayur setelah sebelumnya dicelup sebentar di air garam sehingga disebut ikan bakar polos.

Dengan begitu, yang terasa adalah manis tawar asli daging ikan segar. Jika pengunjung menginginkan, ikan bisa lebih dulu diberi perasan air jeruk. Ada berbagai macam ikan yang ditawarkan, seperti kerapu, kakap, titang, baronang, dan kueh.

Sebagai teman menyantap ikan adalah sambal kacang berwarna coklat kehitaman. Sambal yang kental ini dicampur dengan petis dan kecap manis sehingga rasa kacangnya tersamarkan. Rasa kacang baru terasa setelah kita menyerap habis sambal. Selain kecap, ulekan bawang putih menjadi rahasia rasa unik nan menggoda sambal kacang yang sekilas rupanya mirip sambal petis ini.

Oleh karena letaknya di tengah perjalanan dari Makassar ke Toraja, restoran ini banyak disinggahi turis. Jika berangkat dari Makassar pagi hari, kita akan sampai di Parepare tengah hari pas waktu makan siang. Saat itu, menu ikan bakar kami padukan dengan ca caisim bertabur kacang polong dan tahu goreng saus tiram yang baru dimasak setelah dipesan. Pengunjung juga bisa memesan sambal lain yang diinginkan dan segera dibuatkan, misalnya sambal tomat, dabu-dabu, atau sambal petis. Ada puluhan menu di restoran ini, dengan bahan dasar ikan, daging sapi, sayur, atau tahu.

Jet tempur

Kami menyudahi santap siang kami untuk melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Wajo yang berjarak 2,5 jam perjalanan bermobil dari Parepare. Di Wajo kami menemukan rumah makan dengan menu tidak jauh berbeda, yakni Lesehan Jetpur di Sengkang, pusat kota di Wajo. Pilihan kami saat itu ikan kakap bakar polos. Ikan bakar polos adalah jawaban bagi pencinta rasa asli ikan karena ikan hanya dioles minyak sayur tanpa tambahan bumbu apa pun, lalu langsung dibakar. Penyaji beradu soal kesegaran ikan.

Ikan bakar ini juga diberi sambal bumbu kacang. Hanya saja bedanya dengan sambal kacang ala Restoran Asia, rasa kacang pada sambal ini lebih kentara. Begitu pula tekstur dan warnanya, memperlihatkan keberadaan kacang tanah di dalamnya. Rasanya mengingatkan pada sambal kacang yang biasa diguyurkan di atas pecel atau gado-gado.

Disediakan pula sambal mangga yang menjadi sambal khas masakan Bugis. Irisan mangga muda ditambah bumbu-bumbu menjadikan acara makan malam saat itu terasa lebih bersemangat. Selain kakap, disediakan pula ikan baronang, salamata, kakap putih, kerapu, dan katambak. Jika angin sedang baik, kadang-kadang juga tersedia ikan air tawar yang berasal dari Danau Tempe.

Sambil berbincang, dari sela dedaunan di depan rumah makan tampak sosok yang melayang di tempatnya pesawat tempur. Pekatnya malam membuat kami tidak menyadari benda yang ternyata pesawat Sky Hawk. Lesehan Jetpur rupanya berada di dekat Taman Pesawat. Dinamakan jetpur sebagai singkatan dari jet tempur, merujuk pada keberadaan pesawat A-4 Sky Hawk yang dijadikan monumen di taman itu. Bodi pesawat ini asli, tapi tak bermesin.

Monumen itu berdiri sebagai penghargaan terhadap Marsekal Madya (Purn) Basri Sidehabi asal Wajo, yang menjadi salah satu pilot Indonesia pertama yang menerbangkan F-16. Basri membawa pesawat yang dibeli TNI AU itu langsung dari Amerika Serikat menuju Indonesia. Monumen ini diresmikan 29 Maret 2003 oleh Wakil Kepala Staf TNI AU Marsekal Madya TNI Alimunsiri Rappe yang juga asal Wajo.

Rupanya setiap tempat makan punya menu sejarahnya masing-masing.