Resistensi Warga Terhadap Kegiatan Wisata di Teluk Cendrawasih

By , Jumat, 29 Agustus 2014 | 21:30 WIB

Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) memiliki tiga aspek wisata, yakni wisata bahari, wisata budaya, dan wisata religi. Wisata bahari TNTC dapat dinikmati wisatawan dengan kegiatan seperti menyusuri keindahan pantai, mangrove, karang, memancing, dan kano. Bahkan primadona wisata TNTC yaitu melihat dengan dekat hiu paus atau Rhincodon typus. Sedangkan wisata budaya, wisatawan dapat menikmati tarian khas Papua, mengenali adat istiadat, dan mencicipi nikmatnya kuliner khas wilayah setempat. Daerah sekitar TNCT yang merupakan pusat peradaban di Papua dan daerah pertama Injil berkembang, membuat wilayah ini dapat dijadikan wisata religi.

Sayangnya, perkembangan sektor wisata TNTC menyebabkan kecemburuan sosial masyarakat asli daerah tersebut. "Mereka cemburu karena tidak mendapat manfaat ekonomi [wisata TNCT]," papar Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Ir. Ben Gurion Saroy.

Hingga saat ini, pemerintah daerah terus mengupayakan agar kecemburuan sosial ini tidak semakin parah. Upaya seperti membangun kerjasama dengan pemerintah daerah (Dinas Pariwisata), pengajuan program kerja tahunan dan lima tahunan, hingga pelatihan untuk masyarakat sekitar. "Semua itu masih proses, masih perlu waktu panjang," tegas Saroy.

Kecemburuan sosial masyarakat lokal diekspresikan dengan berbagai cara, menembak hiu paus dan mengusir kapal turis contohnya. Mereka terpaksa melakukan hal tersebut karena mengetahui adanya pungutan wisata yang ditarik dinas wisata, namun tidak dirasakan timbal baliknya. Kami sudah jelaskan, bahwa semua pungutan itu masuk kas negara yang bisa dirasakan saat APBN dirancang, ujar Saroy ditemui saat acara peluncuran buku Panduan Teknis Pemantauan Hiu Paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih di Jakarta.

Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) terus mengupayakan pelatihan kepada masyarakat setempat. Proses pelatihan masih terus digodok BBTNTC bekerja sama dengan dinas wisata setempat. Program pelatihan yang dimaksud seperti penyelamatan terumbu karang dan pengembangbiakan tukik. "Warga lokal akan dilatih membudidayakan terumbu karang menggunakan semen. Mereka dilatih memelihara telur tukik yang setelah menetas akan dilepaskan ke laut oleh wisatawan," kata Saroy. Diharapkan dengan program latihan ini, masyarakat setempat merasa terlibat dengan wisata daerah tinggalnya. Dengan demikian, muncul rasa memiliki wisata yang ada di wilayahnya.

Menurut Kepala BBTNTC, program pelatihan yang menggandeng masyarakat setempat akan terlihat hasilnya akhir 2015 nanti. "Akhir 2015 masyarakat [setempat] baru punya kemampuan, perjalanannya masih panjang," kata Saroy.