Ancaman Bagi Si Hiu Bodoh

By , Sabtu, 30 Agustus 2014 | 14:30 WIB

Tahun 1998, Filipina telah melarang penangkapan hiu menggunakan harpun dan jaring, sedangkan di Maladewa peraturan itu berlaku sejak 1995. Lain cerita di Indonesia, negara yang salah satu daerahnya menjadi tempat persinggahan Hiu Paus justru baru memberlakukan peraturan perlindungan tahun 2013.

Sarmitohadi, Kepala Seksi Perlindungan dan Pelestarian Dit. Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, berujar bahwa lambatnya proses konservasi karena berbagai alasan. Seperti lautan Indonesia yang begitu luas perlu banyak tenaga manusia untuk mengetahui jumlah pasti hiu paus, riset yang memakan waktu lama, serta kendala pembiayaan.

Menurut Casandra Tania, Marine Species Officer WWF-Indonesia, ada dua ancaman bagi hiu paus yakni faktor langsung dan tidak langsung. Faktor yang langsung mengancam geger lintang ialah perburuan. "Walau sebenarnya perburuan hiu paus tidak terlalu besar karena dianggap pamali", ujar Sarminto.

Sayangnya, hiu paus ini kerap terjerat jaring nelayan penangkap ikan teri. Geger jaring mendekati jaring berisi ikan teri karena memang itulah makannanya, kemudian tersangkut. Sarminto menjelaskan bahwa walau hiu paus ini bukan buruan nelayan, tak sedikit spesies ini dibiarkan tersangkut di jaring hingga mati. Geger lintang tidak mempunyai kemampuan melepaskan diri dari jeratan jaring, tak heran ia juga disebut hiu bodoh.

Seperti yang terjadi di tahun 2012, hiu paus diberitakan tersangkut jaring nelayan di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara dan Kenjeran di Surabaya. Ketidaktahuan nelayan bahwa hiu paus adalah hewan dilindungi, menyebabkan ikan ini mati dan tubuhnya dijual ke masyarakat. Bahkan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) sepanjang 2011 hingga 2013, beberapa kali geger lintang ditemukan terjerat jaring nelayan.

Pasca penetapan hiu paus sebagai hewan yang dilindungi penuh oleh negara, masih butuh proses untuk pelestariannya. Untuk kasus tidak sengajanya hiu paus terperangkap di jaring nelayan, Dinas Kelautan akan memberikan kompensasi penggantian jaring yang rusak.

“Bukan perkara mudah melepaskan hiu paus, paling tidak perlu empat hingga lima kapal untuk menyobek jaring,” papar Sarminto.

Selain masalah perburuan, ternyata wisata mengamati dengan dekat hiu paus berisiko mengancam keselamatan hewan dari ordo Orectolobiformes. “Wisata melihat hiu paus pun turut mengancam keselamatan,” tegas Casandra Tania.

Wisata mengamati dengan dekat hiu paus sedang banyak digandrungi wisatawan, khususnya dari luar negeri. Tidak menjadi masalah bagi manusia mengamati dengan dekat hiu paus ini karena memang dikenal sebagai hewan yang ramah. Namun wisatawan harus tetap mengikuti peraturan untuk menjaga keselamatan diri juga sang geger lintang. Seperti peraturan jarak dua meter dari sisi tubuh hiu paus, tiga meter dari ekornya, dan boleh memotret tanpa flash, papar Casandra Tania. Dengan mematuhi aturan tersebut, maka keselamatan dua pihak akan terjamin.

Casandra Tania sebagai pemerhati hiu paus juga menjelaskan bahwa luka pada tubuh hewan ini pun dapat membunuhnya. Luka di tubuh hiu paus dapat disebabkan tabrakan dengan bagan, terkait mata kail, tergesek benang nilon, sampai tindakan pengusiran oleh nelayan bagan dengan senjata tajam. Luka yang ditimbulkan dapat sembuh dengan sendirinya atau malah menjadi permanen.

Perlu diketahui bahwa hiu paus selalu bermigrasi di perairan hangat. Beruntung sekali, Indonesia berada di daerah ekuator membuat perairannya selalu hangat dan menjadi tempat favorit hiu paus.

Data terakhir menunjukkan sebanyak 113 hiu paus telah teridentifikasi di Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). Taman Nasional yang terletak di leher pulau Papua ini menjadi tempat favorit hiu paus. Sepanjang tahun ikan ini dapat ditemui di sini.

Kegemarannya menghampiri bagan nelayan membuat hiu paus sering sekali ditemui di tiga wilayah ini, Kwatisore, Napan Yaur, dan Wasior. Kemunculan tertinggi hiu bodoh di daerah Kwatisore.