Baru 10 menit lalu memesan handuk baru, sekarang sudah memesan cemilan yang diantar ke kamar. Tak lama kemudian mereka memesan hal lain, pokoknya supaya sang pelayan hotel mampir ke kamar mereka.
Bukan, alasannya bukan karena pelayan itu cantik atau ganteng. Namun yang menarik dari hotel yang berlokasi di Cupertino, AS, ini adalah karena pelayannya sebuah robot.
Dinamakan SaviOne, robot ini memang berfungsi sebagai pelayan hotel. Tingginya sekitar satu meter, beratnya 45 kilogram, dan “wajahnya” adalah layar sentuh berukuran 17,5 centimeter. Menggunakan empat roda, robot ini dapat menjelajah seluruh sisi hotel (termasuk menggunakan elevator) untuk mengantarkan kebutuhan penghuni hotel. Robot ini menerima tips, tapi dalam bentuk tweet.
Menurut Brian McGuiness, Vice President Starwood Hotel, SaviOne dilengkapi karakter yang rajin, ramah, sekaligus humoris. Meski begitu, robot ini tidak ditujukan untuk menggantikan peran pelayan hotel “betulan”. “Botler lebih sebagai penegas citra hotel kami yang sarat teknologi” ungkap Brian.
Akan tetapi, kasus di atas semakin menegaskan bagaimana teknologi—yang hadir dalam bentuk otomisasi maupun robot—mampu menggantikan pekerjaan yang biasanya dilakukan manusia. Lapangan pekerjaan pun terancam akibat “invasi” para robot tersebut.
Tanda-tanda ke sana sudah ada. Pada laporan keuangan tahun 2013, Nike berhasil menorehkan keuntungan sebesar US$ 2,47 juta atau naik 16 persen dibanding tahun sebelumnya. Salah satu faktor penting dari pencapaian itu adalah keberhasilan efisiensi. Yang menarik, efisiensi yang dilakukan bukan dengan memindahkan pabrik ke negara dengan upah murah. Efisiensi dilakukan dengan memanfaatkan robot untuk menggantikan pekerjaan yang selama ini dilakukan manusia. Akibat kebijakan ini, Nike telah menghentikan 106 ribu pekerja di kawasan Asia.
Foxconn, perusahaan manufaktur perangkat elektronik terbesar dunia, juga sedang menjajaki penggunaan teknologi untuk menggantikan tenaga manusia. Dalam sebuah pertemuan dengan Andy Rubin, Chairman Foxconn Terry Gou menyatakan ketertarikannya untuk menggunakan robot di pabriknya. Andy Rubin sendiri adalah petinggi Google yang kini dipercaya memimpin divisi pengembangan robot.
Ada banyak contoh lain. Militer di AS terus mengembangkan drone dan peralatan militer untuk menggantikan tugas tentara. Di lokasi bekas kebocoran nuklir di Fukushima, pemerintah Jepang sedang menguji coba robot yang secara mandiri dapat menggarap lahan pertanian. Google saat ini sudah memiliki driverless car yang tidak membutuhkan supir lagi.
Jangan salah, bukan hanya pekerja kasar yang terancam keberadaan robot. Watson, super-computer buatan IBM, telah “ditugaskan” untuk mempelajari literatur dari PubMed dan Medline yang memiliki ratusan ribu jurnal medis. Dengan informasi sebanyak itu, Watson memiliki pengetahuan yang jauh lebih luas dibanding dokter paling berpengalaman sekali pun. Watson juga memiliki keuntungan tersendiri karena mampu mendiagnosa secara ilmiah, tanpa dipengaruhi pendapat subyektif yang biasanya mempengaruhi diagnosa dokter.