Jelang tengah hari, saya menikmati hidangan di Bakmi Yong Yam Singkawang, Jalan Mangga Besar Raya, yang buka sejak 1928. Di depan saya duduk Juara II Bromo Full Marathon 2014, Anna Otocka dan Juara III Bromo Half Marathon 2014, Diana Szczęsna. Keduanya asal Polandia. Lantas di sebelah saya adalah Aria Widyanto, seorang sahabat yang pernah bertamu ke Republik Nagorno-Karabakh dalam sebuah perjalanan solo.
Saya terlibat perbincangan seru dengan mereka bertiga, soal keindahan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, lomba maraton lintas alam atau cross country serta perbedaan mi dan bihun--karena Diana sangat antusias membandingkan menu kami saat itu, dengan bermacam mi yang telah kami cicip sebelumnya.
Hal ini memang sebuah kesempatan langka: berkenalan dengan para juara maraton, sekaligus menikmati jalan-jalan pagi sampai siang mulai kawasan Glodok, Petak Sembilan sampai Mangga Besar secara berombongan. Sebagai pelari maraton sekaligus backpacker, medan berwisata kami ini terasa ringan bagi Anna dan Diana, yang baru saja menuntaskan lintasan sejauh sekitar 42 kilometer [buat Anna] atau 21 kilometer [Diana] di Bromo.Dan, jalan kaki mengasyikkan keliling kawasan kuliner daerah Kota ini menjadi makin asyik, karena saya, Aria, Diana dan Anna bergabung dalam Jakarta OnFoot atau @jktonfoot, sebuah wadah terbuka yang secara cuma-cuma berbagi rute jalan kaki seputar Jakarta. Penggagasnya trio Windy Ariestanty, Novi Kresna dan Hanny Kusumawati.
Kebetulan tema akhir pekan kemarin (13/9) diberi tagar #noodlewalkingtour. Para peserta yang berjumlah sekitar 30 orang berkumpul di sebuah halte Transjakarta, Olimo, lantas mulai berjalan kaki bersama-sama dari lokasi ini. Pesertanya berasal dari sekitar Jakarta, Bekasi, Tangerang sampai Polandia dan Filipina.
Kedai mi yang kami datangi pertama adalah Bakmi Kemurnian [sudah berdiri selama dua generasi], diteruskan ke Bakso Loncat atau Balon [dinamai demikian karena dahulu sang pedagang memasak dengan ‘atraksi’: melempar-lemparkan bakso], Lomi [mi dipadu kangkung, kuah kental dan kucuran jeruk limau], Mi Jambi [mi dihidangkan terpisah dari kuah berisi bakso ikan seukuran kacang atom, diberi cincangan ayam serta sobekan selada] dan masih banyak lagi. Paling tidak, lebih dari tujuh kedai kami datangi bersama pemandu lokal.
Semua peserta antusias. Mereka memotret hidangan, membawa garpu atau sumpit sendiri untuk mencicip, berbagi mangkuk mi dan bihun, lalu membayar bersama. Semua aktivitas dirangkai dengan jalan kaki menyusur kawasan Glodok-Petak Sembilan-Mangga Besar yang hari itu cukup terik. Meski demikian, percakapan terus mengalir. Kami berkenalan, bertukar sapa dan terlibat dalam obrolan seru.
Hal ini, membuat Windy Ariestanty, yang hari itu mengawal peserta--dibantu para pemandu lokal--tampak bahagia di tengah letihnya mengurus sekian banyak orang. "Jakarta OnFoot senantiasa berganti tema, dapat diikuti siapa saja dan siapapun boleh mengusulkan rute jalan kaki unik, menarik sampai tematis," ujarnya.
Selaras nama @jktonfoot, pilihan kawasannya berada dalam radius Jakarta. Demikian pula pemandunya, siapa pun yang melontarkan ide via @jktonfoot dapat mengajukan diri. Tentu saja, baik pemandu maupun peserta bersifat cuma-cuma. Soal transportasi dan hidangan yang dinikmati juga menjadi tanggung jawab masing-masing.
Sebagai kegiatan santai akhir pekan, sembari mengolahragakan kaki, ide kebersamaan yang dilempar @jktonfoot terasa bermanfaat. Ini salah satu cara untuk mengenal lebih dekat sekaligus mengakrabi sudut-sudut Jakarta dalam bentuk eksplorasi bersama. Dan ada bonus menarik yang sudah menanti: berkenalan teman-teman baru serta bertukar wawasan.
Silakan bergabung dengan @jktonfoot, untuk mengisi akhir pekan Anda lewat aktivitas jalan kaki. Bertukar informasi seputar sudut-sudut kota Jakarta yang dapat didatangi bersama juga bisa dilakukan lewat forum ini. Sampai jumpa di acara berikutnya!