Perdebatan Temuan "Kujang Gunung Padang"

By , Selasa, 16 September 2014 | 17:44 WIB

Awal tahun ini Tim Terpadu Riset Mandiri mengungkapkan suatu dugaan yang kontroversial: Situs Megalitikum Gunung Padang dibangun oleh leluhur bangsa ini sejak 11.000 tahun silam—suatu masa di zaman es! Pernyataan tersebut tampaknya didukung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengatakan bahwa situs Gunung Padang telah muncul ribuan tahun sebelum Masehi, dan kelak lebih hebat ketimbang Candi Borobudur.

Pun, situs ini pernah melejit lantaran tim mewartakan bahwa Gunung Padang merupakan piramida buah karya leluhur, yang usia peradabannya lebih purba ketimbang piramida Mesir. Pada 2012 tim mengungkapkan adanya dua pintu yang bersemayam di perut bangunan kuno itu, yang menguatkan dugaan bahwa situs ini telah berusia ribuan tahun.

Tidak hanya soal pintu terpendam. Aneka desas-desus pun pernah menyelimuti bangunan kuno ini, diantaranya dugaan logam mulia seberat tiga ton yang bersemayam di dalam situs, lapisan pasir ayak peredam gempa, pelapukan menggaris yang diduga tulisan kuno, semen purba, hingga reaktor pembangkit tenaga hidro-elektrik berumur 13.000 sampai 23.000 tahun sebelum masehi.

Menurut tim tersebut, di masa lalu terdapat suatu bangunan yang sengaja ditimbun dengan cara mendirikan bangunan lain di atasnya yang kelak menjadi bangunan berundak Gunung Padang. Tampaknya tim mencoba membuktikannya lewat  penelitian skala besar. Situs Gunung Padang bernilai sangat strategis, demikian menurut tim tersebut. Apabila terbukti demikian, berarti  kelak mengubah peta sejarah dunia dan bahkan peta peradaban dunia yang selama ini ada.

Pada awal September 2014, berdasar instruksi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Tim Nasional Penelitian Gunung Padang (pengembangan dari Tim Terpadu Riset Mandiri) melakukan penelitian lapangan di situs yang berlokasi sekitar Cianjur, Jawa Barat ini. Rencananya, penelitian berlangsung hingga akhir bulan. Hal yang membedakan dengan penelitian arkeologi atau geologi sebelumnya, kali ini penggalian dalam eksplorasi penelitian dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia.

Namun demikian, masalah yang dikedepankan bukan pembuktian soal piramida lagi, melainkan dugaan ruangan yang bersemayam di dalam tubuh bangunan megalitikum tersebut.

Selama penelitian berlangsung tim menemukan berbagai pecahan tembikar, logam seperti koin, pisau dan sebuah batu yang berbentuk mirip kujang (senjata tradisional Jawa Barat). Ali Akbar, ahli arkeologi dari Tim Nasional Penelitian Gunung Padang memaparkan temuan batu mirip kujang tersebut kepada detik.com (15/9), "Bentuknya seperti senjata. Ada bagian pegangan, semacam pinggang, bagian bilah yang bifasial, tajaman dibuat dari dua sisi."

Kepada Antaranews (15/9), Ali menuturkan bahwa batu tersebut diduga merupakan asli buatan manusia zaman lampau. Seluruh permukaan batunya dipangkas, lanjut Ali, kemudian digosok sehingga permukaannya menjadi halus. Menurutnya, teknik pembuatan seperti itu sudah dikenal masyarakat prasejarah. Pada dasarnya, tim meyakini bahwa batu tersebut merupakan artefak tinggalan lelehur pendiri Gunung Padang.

Namun demikian, temuan batu yang berbentuk kujang tadi segera menuai tanggapan dari ahli arkeologi maupun geologi di luar tim tersebut.  

Lutfi Yondri, ahli arkeologi dari Balai Arkeologi Bandung, mengungkapkan bahwa batu yang ditemukan oleh Timnas tersebut bukanlah artefak. “Saya tidak melihat adanya jejak pemangkasan atau pematahan,” ujarnya. “Itu alamiah.”

Sementara tentang dugaan tim tentang peradaban Gunung Padang yang juah lebih tua ketimbang peradaban lain di dunia, Lutfi menyangsikan hal tersebut.

"Bangsa  kita di masa lalu memang pernah mengalami satu kejayaan yang dibuktikan oleh berbagai tinggalan arkeologi yang ada. Tetapi, itu semua sesuai dengan zaman dan masa budayanya," ujarnya. "Tidak mungkin kita memiliki budaya dan tinggalan peradaban tertua di dunia." Pendapatnya tersebut berdasarkan perbandingan berbagai hasil penelitian yang telah dihasilkan oleh ahli di berbagai belahan dunia.

 

Lereng situs Megalitikum Gunung Padang. Tim Nasional Gunung Padang, di bawah payung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melakukan penelitian selama September 2014. (Public Domain)

Sujatmiko, ahli geologi senior, mengungkapkan bahwa permukaan batu yang rata tersebut menurutnya sebagai produk dari proses pelapukan batuan. Hasil pelapukan batuan beku sering meninggalkan core atau inti batuan yang beragam bentuknya—bundar sempurna, mencong, seperti balok atau tiang, dan ragam lainnya—demikian menurutnya.

Temuan Timnas, yang foto dan penjelasannya telah dirilis di berbagai media tersebut, memiliki kulit luar yang masih utuh seratus persen, demikian menurut Sujatmiko, dan tidak ada jejak-jejak pemangkasan. “Permukaan yang demikian sangat tipikal sebagai produk natural,” ungkapnya. “Seandainya itu artefak, pasti ada jejak pemangkasan dan juga jejak pernah dipakai—ada cacatnya.”

Sujatmiko juga mengungkapkan adanya pendapat yang mendramatisasi batu tersebut mengandung serat kawat. Baginya pendapat itu merupakan suatu hal yang tidak masuk akal. Dia memaparkan bahwa batu tiang Gunung Padang berkomposisi basaltis, yang secara teoritis mengandung unsur besi dan magnesium lebih dari 10 persen sampai 16 persen. “Tidak aneh kalau di permukaannya sering terlihat bintik-bintik oksida besi. Fenomena ini masih utuh terlihat di ‘batu kujang’ sehingga hipotesis yang lebih masuk akal adalah bukan artefak melainkan natural.”

Apakah temuan tersebut merupakan pusaka  tinggalan leluhur atau sekedar batu yang mengalami pelapukan alami? Tampaknya kedua belah pihak harus bersabar menanti hasil uji pemindaian terhadap "Kujang Gunung Padang" di laboratorium. 

dengan umur antara 13-000 sampai 23.00 SM