Makin Marak Perburuan Gajah, Makin Serius Teguran WWF

By , Minggu, 23 November 2014 | 21:00 WIB

Organisasi World Wide Fund for Nature (WWF) menduga kematian gajah-gajah itu akibat praktik perburuan gading di luar areal konservasi yang kurang mendapat pengawasan dari petugas pemerintah.

Aktivis WWF melaporkan, kematian gajah di Aceh terjadi pada tanggal 6-7 September 2014 lalu, ketiga individu gajah yang ditemukan mati itu, menambah catatan kasus kematian Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Indonesia.

Koordinator WWF untuk Program Perlindungan Gajah dan Harimau, Sunarto mengatakan Kamis (11/9), jumlah kematian Gajah Sumatera meningkat tiap tahunnya, terutama di Aceh.

"Khusus Aceh, (yang jadi korban) gajah-gajah yang berada di luar kawasan konservasi yang kurang pengawasan dan tidak dilindungi, sehingga kalau tidak dituntaskan akan terjadi seperti ini terus. Sosialisasi dan penegakan hukum perlu lebih maksimal, dan itu menjadi salah satu penyebab utama. Namun, jangka panjang perlu ada upaya (konkrit), pembagian kawasan yang menjadi habitat gajah, dan itu ya jangan diganggu," harap Sunarto.

Penegakan hukum oleh pemerintah perlu dilakukan lebih komprehensif, tambah Sunarto, terutama guna menuntaskan penyelidikan kasus kematian satwa gajah ini hingga sampai ke pengadilan.

Sunarto mengatakan, sedikitnya mencapai 100 individu Gajah Sumatera mati di Aceh, Riau dan Lampung. Perwakilan WWF di Aceh, mencatat khusus kasus kematian gajah berjumlah 31 individu dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2012-2014), sebagian besar diduga terkait praktik kejahatan perburuan gading. Aktivis mengatakan, dari semua kasus kematian gajah pada periode tersebut, belum ada satu kasus pun yang berhasil dibawa ke pengadilan.

Kasus kematian terbaru gajah di Aceh pekan ini, terjadi di dua lokasi yang berbeda, yaitu 1 individu gajah jantan berusia 20 tahun di Kabupaten Aceh Jaya, dan 2 individu gajah yang belum teridentifikasi terjadi di Kabupaten Aceh Timur.

Otoritas setempat melaporkan, ketiga bangkai gajah tersebut ditemukan dengan kondisi mengenaskan tanpa gading. Kasus ini sudah ditangani oleh polisi dan petugas kehuatan di Aceh.

Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan dalam sebuah lawatan kerjanya ke Aceh baru-baru ini menekankan pentingnya partisipasi aktif para pemangku kebijakan, terutama penegak hukum , dan masyarakat dalam mengungkap dan menuntaskan kasus-kasus perburuan satwa langka seperti gajah, harimau, orang utan serta sejumlah satwa dilindungi lainnya.

"Petugas Kementerian Kehutanan melakukan imbauan, itu imbauan kita. Kalau itu dilanggar konsekuensinya kita akan lakukan penegakan hukum yang diatur dalam Undang Undang. Barang siapa memelihara tanpa izin, apalagi memburu dan memperjual belikan (satwa dilindungi), hati-hati ya., ancaman pidananya (penjara) dapat mencapai 5 (lima) tahun," papar Zulkifli.

Forum Gajah dan Kementerian Kehutanan baru-baru ini mempublikasikan laporan terbaru terkait populasi Gajah Sumatera di alam liar, yang diperkirakan hanya mencapai kurang dari 2.000 individu. Populasi tersebut terus mengalami penurunan akibat fragmentasi habitat, konflik manusia dengan satwa, perburuan dan perdagangan ilegal.

Forum Gajah mencatat, sejak tahun 2012, Aceh menjadi salah satu provinsi dengan kasus kematian gajah tertinggi. Kasus kematian gajah cukup dominan terjadi di provinsi Aceh, terutama di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Utara dan Bireuen.

Sunarto dari WWF menambahkan, maraknya kasus kematian Gajah Sumatera ini cukup disesalkan, sehingga perlu perhatian yang lebih serius dari Pemerintah untuk segera melakukan tindakan nyata. Aktivis lingkungan, menurutnya, berharap pejabat presiden mendatang ikut turun tangan.

"Masalah konservasi diperlukan komitmen (serius) dari level pimpinan puncak, turuntangan pesiden ya. Karena otoritas Kementerian Kehutanan ada keterbatasan tersendiri," katanya.

Bulan Agustus lalu (25/8) melalui, kemitraan WWF dan Majelis Adat Aceh (MAA), Aceh berhasil meluncurkan sebuah panduan yang mengatur pengelolaan Sumber Daya Alam berbasis Syariah dan Adat. Panduan tersebut diharap dapat meningkatkan peran aktif dan memperkuat peran masyarakat dalam melindungi Gajah Sumatera dan satwa kunci lainnya yang ada di Aceh.

Sebelumnya dalam sebuah wawancara dengan VOA, Gubernur Aceh Dr. Zaini Abdullah menyatakan komitmennya mewujudkan program pembangunan Aceh Hijau (Green Aceh) dengan menerapkan konsep pembangunan ekonomi berbasis pelestarian lingkungan (ekologi).

Pemerintah Aceh, tambah Dr Zaini, selain komit melanjutkan program moratorium hutan, tahun ini mulai secara bertahap mewujudkan program moratorium tambang, termasuk upaya mewujudkan penegakan hukum terhadap praktik-praktik kejahatan lingkungan, perburuan satwa, kasus-kasus pencemaran, dan perusakan lahan gambut untuk perkebunan skala besar.