Natuna kini hanya pulau kecil di wilayah terluar Indonesia. Namun, dahulu kala, Natuna pernah menjadi pelabuhan penting di Asia Tenggara, bak Singapura pada masa kini.
"Natuna menjadi semacam pelabuhan transit perdagangan pada saat itu," kata Nanik Harkatiningsih, peneliti Pusat Arkeologi Nasional, dalam seminar nasional Jaya Giri Jaya Bahari yang digelar di Bentara Budaya Jakarta, Senin (22/9).
Nanik mengungkapkan, fungsi Natuna sebagai pelabuhan transit bisa diketahui dari sejumlah artefak maritim yang ditemukan di perairan sekitar wilayah tersebut.
Bersama tim arkeolog Arkenas, Nanik meneliti kapal-kapal karam di perairan sekitar Natuna. Dia menemukan keramik-keramik dan jejak perdagangan rempah-rempah.
"Banyak sekali ternyata keramik-keramiknya," ungkap Nanik.
Keramik yang ditemukan berasal dari Tiongkok, Indonesia, dan Jepang. Keramik yang ditemukan menjadi bukti aktivitas perdagangan saat itu.
Nanik menambahkan, para pedagang singgah di Natuna tidak hanya untuk beristirahat, tetapi juga mencari komoditas rempah penting andalan wilayah itu.
"Saat itu, Natuna terkenal dengan pala dan gaharu. Gaharu menjadi komoditas andalan Natuna saat itu," kata Nanik.
Temuan kapal karam dan keramik di Natuna sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia sudah punya peran penting dalam perdagangan global sejak abad ke-8.
Pada abad ke-13, kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara terang-terangan menyebut diri sebagai bagian dari kesatuan "Tanah di Bawah Angin".
Jalur perdagangan saat itu bukan hanya jalur sutra, melainkan juga jalur rempah. Jalur itu menghubungkan wilayah dunia lain ke Nusantara.