Bagaimana rasanya menjadi tentara yang harus mengalami luka tembak yang dalam?
Ketika seorang tentara tertembak saat perang, perawatan darurat yang ditempuhnya sama brutalnya dengan luka itu sendiri. Petugas medis harus menyumbat luka tembak dengan kain kasa, bahkan biasanya "menanam" kain kasa tersebut sedalam lima inci di dalam luka untuk menghentikan perdarahan dari arteri.
Sayangnya, proses yang menyiksa ini tak selalu berhasil. Jika perdarahan tidak berhenti setelah tiga menit penekenan langsung, petugas medis harus mengeluarkan kain kasa dan memulai prosesnya dari awal. "Anda harus menyingkirkan senjata si tentara terlebih dahulu," kata mantan Tentara A.S. Operasi Khusus medis, John Steinbaugh. Dengan perawatan darurat ini pun banyak tentara yang meninggal akibat kehilangan banyak darah. Hemorrhage adalah penyebab utama kematian di medan perang.
RevMedx dan XStat
Pensiun di bulan April 2012 setelah mengalami luka di kepalanya, Steinbaugh bergabung dengan RevMedx. RevMedx adalah kelompok yang berbasis di Oregon, beranggotakan veteran, peneliti, dan insinyur yang tengah mengusahakan suatu cara mengatasi perdarahan. Mereka baru saja meminta Food and Drug Administration (FDA) Amerika untuk menyetujui penemuan mereka yang seukuran saku, berupa modifikasi jarum suntik yang menyuntikkan busa berlapis khusus ke dalam luka.
Modifikasi jarum suntik ini diberi nama XStat, dan berkemampuan meningkatkan tingkat kehidupan dan membuat tentara yang terluka mampu menahan rasa sakit dengan menyumbat luka lebih cepat dan lebih efisien daripada kain kasa.
Usaha ini terinspirasi dari busa Fix-a-Flat untuk membenahi ban. "Sesuatu yang bisa Anda semprotkan, lalu menyebar, dan perdarahan berhenti. Tetapi karena tekanan darah sangat tinggi, darah mampu mengeluarkan busa tersebut," kata Steinbaugh.
Kemudian tim Steinbaugh mencoba ide baru, yaitu spons. Mereka membeli spons biasa lalu memotongnya menjadi lingkaran satu sentimeter, ukuran yang terpikir karena iseng kemudian diketahui ideal untuk menutup luka. Kemudian mereka menyuntikkan potongan spons tersebut dalam hewan yang cedera.
"Perdarahannya berhenti. Mata kami bercahaya. Kami pun tahu sedang mengerjakan sesuatu," kata Steinbaugh. Militer Amerika Serikat memberikan $5 juta untuk mereka agar mengembangkan ciptaan mereka tersebut setelah melihat prorotipenya.
Namun, spons yang biasanya dipakai untuk keperluan dapur tidak aman untuk disuntikkan ke dalam tubuh. Bahan yang dibutuhkan harus steril, biokompatibel, dan mampu mengembang dengan cepat. Tim Steinbaugh pun memutuskan menggunakan spons terbuat dari ampas kayu yang dilapis kitosan, zat antimikroba pembeku darah yang berasal dari cangkang udang. Untuk memastikan tidak ada spons yang tertinggal di dalam tubuh, mereka menambahkan tanda huruf "X" yang membuat tiap sponsnya terlihat dalam gambar x-ray.
Metode penyembuhan ini bekerja dengan cepat, yaitu 15 detik. Spons mengembang mengisi seluruh luka, memberi tekanan yang cukup untuk menghentikan perdarahan. Dan karena spons melekat pada permukaan lembab, mereka tidak terdorong keluar dari tubuh oleh darah. "Saat Anda meletakkan perban pada luka, perdarahan sudah berhenti," kata Steinbaugh.
Tantangannya adalah meletakkan spons-spons ini ke dalam luka. Di medan perang, petugas medis harus membawa semua perlengkapan medis serta baju baja pelindung yang berat. RevMedx membutuhkan wadah yang ringan sehingga mudah dibawa. Tim Steinbaugh bekerja sama dengan Ziba, perusahaan desain berbasis di Portlandia, untuk membuat jarum suntik berdiameter 30 milimeter. Untuk menggunakannya, petugas medis menarik pendorong, lalu menekannya ke arah luka sedekat mungkin ke arteri.
Percaya atau tidak, tiga jarum suntik XStat mampu menggantikan lima gulungan besar kain kasa. RevMedx pun juga mendesain jarum suntik yang lebih kecil dengan diameter 12 milimeter untuk luka yang lebih kecil. Tiap XStat dikenakan harga $100, namun harga masih bisa turun karena RevMedx mampu menyokong pabrik.