Raja Ampat, Papua Barat, adalah "sekeping surga" di Indonesia timur. Gugusan pulaunya memiliki 537 jenis terumbu karang yang mewakili 75 persen karang dunia.
Terumbu karang sehat menjadi rumah ideal banyak jenis ikan karang dan ikan hias. Di Raja Ampat tercatat 1.104 spesies ikan dan 553 spesies hewan karang.
"Ini harus benar-benar dijaga," kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad saat peluncuran buku Papua Barat: Tanah Para Raja di Kepala Burung Papua serta Papua Barat: Samudra Pasifik dan Laut Seram di Kepala Burung Papua, di Jakarta, Jumat (26/9). Buku itu terbitan Penerbit Buku Kompas.
Menurut Sudirman, saat ini dijalankan lagi program rehabilitasi dan manajemen terumbu karang. Empat tahap dilakukan dalam lima tahun ke depan dengan anggaran per tahun Rp50 miliar - Rp60 miliar. "Sedang dijalankan tahap pertama," ujarnya.
Tahap pertama adalah menyusun tata ruang laut menjadi kawasan konservasi. Kedua, mengembangkan potensi dan kapasitas, baik wilayah maupun sumber daya manusia. Lalu, membangun infrastruktur dasar ramah lingkungan. Terakhir adalah menggaet investor, dengan syarat bermitra dengan warga lokal.
"Tak hanya untuk pariwisata, tetapi juga model perikanan berkelanjutan. Masyarakat tentu harus dilibatkan," kata Sudirman.
Pada 2013, daerah perlindungan laut Raja Ampat berkisar 2.179,9 hektare (ha). Kondisi terumbu karang di sana diklaim tumbuh 30 persen dalam empat tahun. Ada pula beberapa kawasan konservasi, seperti Suaka Alam Perairan Raja Ampat seluas 60.000 ha dan Suaka Alam Perairan Waigeo seluas 271.630 ha.
Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat menyambut baik langkah pemerintah. Bupati Raja Ampat Marcus Wanma berharap seluruh masyarakat tidak hanya jadi penonton, tetapi juga dirangkul ikut membangun berbagai sektor di wilayah itu.
Ia pun meminta warga diberikan keleluasaan mempertahankan adat-istiadat dan kearifan lokal dalam mengelola kawasan perairan untuk melindungi kekayaan lokal dari intervensi asing yang mengeksploitasi kawasan.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim menilai, pelestarian laut berbasis kearifan lokal lebih baik ketimbang program sentralistik yang dijalankan pemerintah (Kompas, 8/3).