Ketika Tol Bukan Lagi Jawaban Kemacetan Jakarta

By , Senin, 29 September 2014 | 16:25 WIB

Kemacetan tetap terjadi di Tol Dalam Kota meskipun telah diimbangi Tol Lingkar Luar Jakarta. Di sisi lain, kemacetan di ruas-ruas jalan di Jakarta yang berbatasan dengan daerah penyangga tak juga terurai. Pembenahan angkutan publik menjadi sangat mendesak untuk mengurai beban kemacetan.Jakarta Timur, misalnya, merupakan simpul utama pergerakan penduduk ke tengah Jakarta dari daerah penyangga Bekasi, Depok, dan Bogor. Setiap hari, laju urban ulang alik memadati ruas-ruas jalan di Jakarta Timur, termasuk di jaringan kereta rel listrik dan bus.Jabodetabek Public Transportation Policy Implementation Strategy (Japtrapis) mencatat tak kurang dari 2,5 juta perjalanan datang dari Bekasi. Sementara itu, kontribusi dari Bogor dan Depok sebesar 2,2 juta perjalanan, meskipun itu terbagi dengan Jakarta Selatan, dan kontribusi dari Tangerang 2,1 juta perjalanan melintasi wilayah barat Jakarta.Volume perjalanan dari daerah penyangga itu memberikan kontribusi hampir separuh dari total volume perjalanan di Jakarta sebanyak 18,7 juta perjalanan. Di tengah kota, kemacetan terjadi di setiap ruas jalan, termasuk jalan tol. Di Tol Dalam Kota, volume kendaraan 500.000 unit per hari, sementara di Tol JORR mencapai 400.000 unit per hari.Bahkan, pengoperasian Tol JORR W2 utara tetap tak mampu mengurangi kemacetan di Tol Dalam Kota ruas Cawang-Semanggi. Di ruas Tol Dalam Kota itu kemacetan tetap mengular. Hanya volume kendaraan berkurang 11,2 persen, dari 330.000 menjadi 300.000 kendaraan.Direktur Operasional PT Jasa Marga Hasanudin mengungkapkan, PT Jasa Marga tak akan bisa menyelesaikan kemacetan di dalam tol sendirian, tanpa ada dukungan dari pihak lain. Sebab, ada ketidakseimbangan antara volume kendaraan dan jalan tol yang tersedia.!break!

Pembenahan angkutanPengamat transportasi sekaligus anggota Masyarakat Transportasi Indonesia, Tri Tjahjono, mengatakan, sesungguhnya masyarakat tak perlu dipaksa untuk pindah ke angkutan umum, selama pelayanan angkutan umum baik. Nyatanya, pelayanan angkutan umum di Ibu Kota ini masih jauh dari baik.

Suasana lalu lintas di salah satu sudut Jakarta terekam dari dalam Bus Transjakarta jurusan Harmoni - Lebak Bulus pada Sabtu (19/3) malam. Adanya Bus Transjakarta belum dapat memperbaiki kondisi lalu lintas di Jakarta. Kemacetan terus terjadi di berbagai sudut dan jumlah kendaraan bermotor terus bertambah. (Hafidz Novalsyah/National Geographic Traveler)

Bus dan angkutan kota di Jakarta perlu segera dibenahi agar lebih efisien, dimulai dari pembenahan pada angkutan kota yang dikelola perseorangan, seperti mikrolet, metromini, dan jenis angkutan kota lainnya. Para pemilik angkutan kota itu harus segera berhimpun menjadi satu koperasi sehingga pengoperasian angkutan kota dapat disesuaikan dengan kebutuhan penumpang.Saat ini yang terasa membaik baru kereta listrik sehingga diminati sebagai transportasi ideal bagi publik. Nyaris setiap jam terjadi kepadatan penumpang. Hal itu bukan disebabkan kurangnya kereta, melainkan karena penumpangnya bertambah. Sementara itu, belum ada penambahan loop line atau jalur lingkar tak sebidang sehingga perjalanan kereta masih terbatas.Isnaini (28), karyawati di Jakarta Timur, mengatakan, sejak stasiun-stasiun dibersihkan dari pedagang kaki lima, penumpang merasa lebih aman. Sebelum penertiban, mustahil mengeluarkan telepon seluler di stasiun karena khawatir dijambret. ”Sekarang, saya tidak khawatir mengeluarkan telepon genggam,” kata warga Kebayoran ini.Selain memperbaiki layanan dan kualitas angkutan publik, tambah Tri Tjahjono, perlu segera integrasi antar-angkutan umum dan keterhubungan antarwilayah. Kebutuhan integrasi ini sudah diharapkan sejak 1985.Hal itu terbukti dari tetap eksisnya areal parkir di samping Kampus UKI, Cawang, Jakarta Timur. Lahan kosong ini sudah menjadi areal parkir kendaraan para pelaju dari Depok yang bekerja di tengah Jakarta, ataupun sebaliknya warga Jakarta yang bekerja di kawasan Bekasi.Sarif (48), pengelola areal parkir itu, mengungkapkan, bertahun-tahun jumlah kendaraan yang parkir tak pernah turun. Di atas lahan itu, 300 sepeda motor dan lebih dari 20 mobil pribadi dan bus terparkir.Emon (35), penjaga di areal parkir milik Sarif, mengungkapkan, biasanya pada Senin dini hari para pelaju mulai memadati areal parkir. Bagi yang mengemudikan mobil, tak sedikit yang datang sejak pukul 03.00 untuk menghindari macet di Tol Jagorawi.Pada Jumat malam hingga Minggu, jumlah kendaraan yang parkir berkurang sampai separuh karena umumnya dibawa pulang oleh para pemiliknya. ”Biasanya mereka tidur dulu di mobil, menjelang pagi baru berangkat kerja naik bus,” katanya.Mengatasi kemacetan Jakarta tak cukup hanya membenahi pelayanan dan integrasi angkutan umum di Jabodetabek, tetapi juga perlu pembangunan infrastruktur pendukung, seperti kantong parkir, karena hampir setiap orang di kota ini memiliki kendaraan bermotor.