Bayi Laki-Laki Lebih Rentan Suhu Ekstrem

By , Rabu, 1 Oktober 2014 | 07:13 WIB

Penelitian di Jepang menemukan fakta bahwa perubahan iklim juga mempengaruhi jumlah penduduk pria dan wanita di dunia.

Faktanya, janin laki-laki sangatlah rentan terhadap efek perubahan iklim.

Sejak 1970-an, fluktuasi suhu menjadi hal biasa di Jepang. Kejadian itu pun diiringi dengan peningkatan kematian janin laki-laki, berbanding terbalik dengan janin perempuan. Jumlah bayi laki-laki yang lahir relatif lebih sedikit dibandingkan bayi perempuan. Akibatnya rasio bayi laki-laki yang lahir di Jepang terus menurun.

Dr. Misao Fukuda dari M&K Health Institute di Ako, Jepang, mengatakan dalam studinya bahwa pemanasan iklim yang ekstrem dapat memengaruhi jumlah janin laki-laki. Kumpulan data suhu bulanan dari Badan Meteorologi Jepang, tahun 1968 hingga 2012 menunjukkan hal serupa. Bahwa beberapa tahun terakhir sebanyak 90.000 bayi lahir dan 1.000 diantaranya meninggal tiap bulannya. 

Peneliti juga mengamati dua perisitiwa cuaca ekstrem yang baru-baru ini terjadi di Jepang, yaitu musim panas tahun 2010—suhu terpanas sejak 1898—dan musim dingin tahun 2011. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya penurunan jumlah bayi laki-laki yang lahir. 

Namun, studi ini hanya menemukan hubungan saja. Tidak membuktikan bahwa perubahan iklim bertanggung jawab atas perubahan rasio jenis kelamin di Jepang. Selain perubahan iklim, faktor polusi dan racun di lingkungan pun dapat menjadi penyebab.

Sebuah studi talun 2008 dalam jurnal PNAS menemukan hubungan antara suhu dingin dan penurunan rasio jenis kelamin di Skadinavia antara 1865 hingga 1914. 

Sebuah studi baru pun mencatat bahwa di Selandia Baru dan Finlandia yang terjadi suhu ekstrem pun mengalami perubahan rasio jenis kelamin pada janin.

“Sungguh menarik mengetahui fakta negara mana saja yang mengalami perubahan rasio jenis kelamin serta penurunan jumlah bayi lahir,” papar peneliti.

Alasan bayi laki-laki lebih rentan terhadap suhu ekstrem memang belum diketahui. Namun Fukuda berpendapat embrio laki-laki lebih mudah mengalami stres seperti gempa bumi maupun zat beracun.