Revolusi Payung: Eskalasi Unjuk Rasa Hong Kong

By , Rabu, 1 Oktober 2014 | 16:21 WIB

Jumlah demonstran prodemokrasi di Hong Kong mencapai jumlah terbesar pada hari ini, Rabu (1/10), dalam peringatan China National Day.

Menurut pantauan lapangan, pengunjuk rasa bertambah signifikan dengan sejumlah orang yang baru bergabung pertama kali. Seperti Nic Lam (35), seorang pekerja bidang TI, yang menuturkan pada hari libur nasional memungkinkan dia untuk ikut aksi dan menyuarakan ketidakpuasan jangka panjangnya terhadap pemerintah.

Memang kerumunan massa dalam jumlah lebih besar lagi sudah direncanakan bakal turun ke jalan pada hari libur tahunan ini, dan sampai memblokir distrik keuangan Hong Kong.

Sementara banyak warga Hong Kong mendukung perjuangan untuk demokrasi yang dijuluki sebagian orang dengan nama "Umbrella Revolution" (Revolusi Payung) Revini—biarpun tuntutan-tuntutannya masih jauh dari arti revolusi— unjuk rasa juga memancing kekhawatiran lain.

Para pebisinis di Hong Kong mengeluhkan aksi unjuk rasa besar-besaran ini telah memukul sektor usaha dan melemahkan perekonomian negeri itu.

Jelang Rabu petang waktu setempat, salah satu pemimpin pemuda menyampaikan ultimatum. Lester Shum, dari Hong Kong Federation of Students, mengultimatum pemimpin saat ini CY Leung agar mengundurkan diri besok atau mereka "akan umumkan eskalasi pergerakan."

Ini berarti demonstran akan menduduki gedung-gedung penting pemerintahan yang berbeda, kata Shum. "Kami terbuka terhadap negosiasi dengan Pemerintah Hong Kong dan Tiongkok. Namun kami tak akan bicara dengan CY Leung."

Puluhan ribu orang masih memadati Hong Kong pusat dan memblokir sejumlah tempat dalam beberapa hari terakhir. Mereka menuntut agar Tiongkok mencabut rencana untuk menunjuk calon bagi pemilihan pemimpin Hong Kong pada 2017.

Di sisi lain, juga tidak ada indikasi dari pihak pemerintah—yang menyatakan bahwa demonstrasi tersebut ilegal—akan bergeming atau mengalah.

Leung menolak seruan para demonstran untuk mengundurkan diri. Dia akan menghadiri upacara menandai China National Day, yang menandai pendirian Republik Rakyat Tiongkok pada 1949.

Meski demikian, Pemerintah Hong Kong membatalkan atraksi kembang api yang sedianya berlangsung Rabu (1/10) malam untuk menghindari kerusuhan. Sejak 1997, tahun ketika kedaulatan Hong Kong diserahkan kembali ke Tiongkok, National Day biasa diselenggarakan dengan perayaan kembang api.

Presiden Tiongkok Xi Jinping mengatakan Tiongkok akan menjaga kemakmuran dan stabilitas Hong Kong. Xi juga mengatakan kepada para pemimpin Partai Komunis, Selasa (30/9), bahwa pemerintahnya akan menerapkan garis besar "satu negara, dua sistem."