Revolusi Hijau: Upaya Tingkatkan Pangan Bagi Miliaran Orang

By , Minggu, 5 Oktober 2014 | 14:05 WIB

Ketika kelaparan melanda Meksiko dan Asia Selatan sekitar abad ke-20, peneliti tanaman pertanian mulai mencari cara menyelamatkan ketersediaan pangan. Peneliti dari International Maize and Wheat Improvement Center (CIMMYT) milik Meksiko dan International Rice Research Institute (IRRI) milik Filipina meneliti varietas gandum dan beras unggul. Harapannya temuan ini dapat meningkatkan panen dan mengurangi tingkat kelaparan.Hal ini merupakan kemajuan besar dalam bidang produksi tanaman yang biayai oleh pemerintah, dan berbagai yayasan. Bertujuan meningkatkan produksi biji-bijan untuk sereal dengan penggunaan benih tanaman unggul, sistem irigasi, pupuk sintesis, dan pestisida. Dipimpin ahli agronomi Amerika, Norman Borlaug, gerakan ini akhirnya dikenal sebagai Revolusi Hijau.Berbagai peningkatan produksi pertanian selama setengah abad terakhir terlahir dari berbagai jenis inovasi. Studi menunjukan, pertumbuhan produktivitas sebagaian besar merupakan hasil investasi dari penelitian pertanian.Sayangnya perbaikan hasil melambat pada 20 tahun berlakangan ini. Pendanaan penelitian di bidang pertanian di negara maju—Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa—mulai dipangkas. Dikhawatirkan degna keterbatasan dana, penelitian menjadi mandek. Melihat lonjakan populasi dunia yang akan mencapai 11 miliar orang tahun 2100 mendatang tentu membutuhkan pasokan pangan tidak sedikit. Sekarang ini saja, dibeberapa bagian dunia—seperti California dan Sao Paolo, Brasilia—mengalami kekeringan luar biasa sehingga waduk kosong dan tanaman pun rusak. Setidaknya lebih dari 400.000 hektare lahan pangan di California terancam.Sebuah laporan dari U.S. Departement of Agriculture (USDA), penurunan dukungan publik terhadap penelitian pertanian menjadi salah satu faktor penurunan hasil pertanian dan kenaikan harga pangan. Pada saat yang sama, investasi pihak swasta di bidang penelitian pertanian pun berubah haluan—dari mencoba meneliti tanaman baru menjadi penatenan rekayasa genetika.

!break!

Pemanasan global menaikkan permukaan laut dan merendam pesisir. Galur padi baru IR64 Sub1 dalam akuarium di IRRI di Filipina, bisa bertahan hidup terendam selama dua minggu--anugerah bagi petani miskin di berbagai wilayah rendah di Asia, tempat banjir merusak 20 juta hektare sawah setiap tahun. (Craig Cutler)
Seruan Revitalisasi Penelitian PertanianMelihat indikasi penurunan penelitian dan pemerataan hasil, para ilmuwan dan beberapa kelompok peneliti menyerukan sebuah penelitian baru. Donald Kennedy, menuliskan dalam majalah Science, selama beberapa dekade sektor pertanian terpuruk dan terlupakan. Jika kita bersatu memerangi hama perusak tanaman, mencari varietas tanaman baru penuh nilai gizi, usaha peningkatan hasil, pengembangan resistensi tumbuhan terhadap penyakit dan kekeringan, maka penelitian di sektor pertanian tentu menjadi prioritas utama. Ia menambahkan, selama 35 tahun terakhir, usaha baru Amerika untuk penelitian pertanian dan pembangunan berada pada tahap stagnan. Padahal di saat yang sama, kemajuan besar justru terjadi di bidang biokimia, sel dan molekuler, serta bidang genetika.Menurut Kennedy bahwa suatu formula berbasis hibah pertanian perlu dilakukan oleh USDA. “Sekarang ini penelitian pertanian dalam posisi defisit dengan infrastruktur, sumber daya manusia, dan kebijakan. Sehingga perlu adanya tindakan untuk memperbaiki dan ketahanan pangan dapat tercapai,” paparnya.Sedangkan Mantan Sekretaris USDA, Dan Glickman, mengatakan baru-baru ini hibah sebesar 200 juta dollar telah diberikan untuk penelitian di sektor pertanian. Langkah ini merupakan kontribusi baik, tetapi menunjukan bahwa pemerintah Amerika Serikat dituntut untuk melakukan hal serupa untuk penelitian bidang kesehatan dan penelitian medis.Peran penting dari penelitian pertanian dalam meningkatkan hasil panen dan kesejahteraan petani banyak didiskusikan dalam diskusi panel. Tim Searchinger dari World Resources Institute mengatakan bahwa dunia perlu berfokus pada kebutuhan pangan dunia untuk masa depan. Searchinger berpendapat untuk memenuhi pangan, bukanlah hal baik melakukan penebangan hutan dunia. Revolusi Hijau dapat meningkatkan panen dunia hingga sepertiga bagian.

!break!

Tingkat CO2 di atmosfer yang lebih tinggi dapat mengurangi gizi pada tanaman seperti gandum di Drummond, Idaho. (Foto: Rich Reid, National Geographic Creative)

Targetnya Afrika dan AsiaTantangan utama penelitian pertanian adalah menamankan pengetahuan baru kepada petani di Afrika dan Asia Selatan. Petani dengan keterbatasan biaya harus mengganti sistem pertaniannya dan tentu membutuhkan dana tidak sedikit.Mengatasi tantangan untuk menghasilkan pangan lebih banyak tentu membutuhkan area dan investasi. Langkah efektif diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan melindungi lingkungan pun menjadi kunci penting.Paul West dari University of Minnesota dalam penelitiannya di jurnal Science, pentingnya data ungkit di enam negara dapat membantu peningkatan makanan untuk tiga miliar orang. Penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang diterbitkan di jurnal Nature berjudul Solusi untuk Budidaya Planet. Penelitian tersebut mengusulkan lima langkan untuk memberi pangan dunia beberapa dekade ke depan, namun dengan meminimalkan kerusakan bumi. Tim Folger dalam tulisannya tentang Babak Baru Revolusi Hijau di Majalah National Geographic edisi Oktober 2014, bahwa tantangan utama peningkatan jumlah pangan dunia berada pada petani. Menurutnya pengembangan teknologi bukan menjadi masalah utama, namun pengaplikasian dan pengenalan teknologi baru untuk petanilah tantangan utamanya.Sebelum mengajarkan petani dengan perbaikan metode pertanian, kitapun harus mengetahui metode yang selama ini dipergunakan. Tahap ini membutuhkan waktu panjang, apalagi hingga tahan panen sukses dan peternakan makmur dengan penggunaan teknologi baru.