"Lampu pijar menerangi abad ke-20, tetapi abad ke-21 akan diterangi lampu LED."
Praktis sejak Thomas Alva Edison menemukan lampu pijar, atau populer disebut bohlam, yang layak diproduksi massal pada 1879, seluruh dunia tak bisa lepas dari alat penerang tersebut.
Dioda pemancar cahaya atau light emitting diode (LED) biru menjadi semacam mata rantai yang hilang untuk melengkapi LED hijau dan merah yang sudah ditemukan sejak pertengahan abad 20. Jika LED biru ditemukan, gabungan LED biru, merah, dan hijau akan memancarkan cahaya putih—yang dicari-cari selama ini.
LED biru pun ditemukan pada dekade 1990-an oleh Isamu Akasaki (85), Hiroshi Amano (54), dan Shuji Nakamura (60). Benar terbukalah peluang membuat LED yang memancarkan cahaya putih.
Berkat mereka, dunia akan segera lepas dari ketergantungan terhadap lampu pijar, alat penerang yang boros energi.
"Sangat menyenangkan melihat impian saya mengenai lampu LED telah jadi kenyataan," kata Nakamura, yang kini menjadi Direktur Riset Pusat Pencahayaan Zat Padat dan Elektronika Energi di University of California, Santa Barbara (UCSB).
Di luar kebiasaan peraih Hadiah Nobel Fisika yang rata-rata berasal dari kalangan akademis, Nakamura menemukan LED birunya saat ia bekerja di perusahaan kecil di Jepang, Nichia Chemical Industries.
Zaman sekarang, lampu LED sudah sangat umum digunakan, mulai dari lampu senter, lampu kendaraan, hingga pemanfaatan sebagai layar televisi dan monitor komputer. Saat ditanya apakah ia menyadari arti penting temuannya itu, Nakamura mengatakan, "Tak ada yang bisa membuat telepon seluler tanpa temuan saya itu."
Ya, layar ponsel yang selalu kita bawa ke mana-mana itu dibuat dengan teknologi LED.
Perburuan LED biru, secara terpisah, dilakukan Akasaki. "Pada awalnya, orang bilang ini tak akan bisa ditemukan pada abad ke-20. Banyak orang yang kemudian pergi meninggalkan proyek riset ini, tetapi saya tidak pernah berpikir ke sana. Saya tak pernah berpikir sukses atau gagal, saya sekadar melakukan apa yang ingin saya lakukan."
Ia pun berpesan pada para peneliti muda, "Jangan terkecoh dengan subjek-subjek penelitian yang terkesan bergaya dan sedang menjadi tren. Lakukan apa yang benar-benar ingin kalian lakukan."
Amano, yang termuda dari ketiga penerima Nobel ini melakukan penelitian bersama Profesor Akasaki sejak masih mahasiswa S-1 di Universitas Nagoya.
Nakamura yang telah berkewarganegaraan AS kini menjadi profesor di UCSB. Sementara Akasaki masih aktif sebagai profesor di Universitas Meijodan profesor kehormatan di Universitas Nagoya, Jepang. Amano baru diangkat sebagai profesor di Universitas Nagoya pada 2010.