Pangan lokal adalah solusi efektif atasi kelaparan akibat kekeringan di Indonesia. Di beberapa daerah kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan sudah menjadi langganan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam pemberitaan beberapa waktu yang lalu, sempat menyebutkan bahwa sebanyak 86 kabupaten/kota di 20 provinsi di Indonesia mengalami kekeringan. Tiga provinsi yang tercatat mengalami banyak kekeringan adalah Jawa Tengah sebanyak 18 kabupaten/kota di Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur sebanyak 15 kabupaten/kota, dan Jawa Timur sekitar 13 kabupaten/kota. Kemarau ini diprediksi masih akan terjadi pada bulan Oktober hingga November.
Pada saat kekeringan terjadi, sudah sangat lazim jika terjadi gagal panen pada komoditi beras. Hal ini tentunya menyulitkan pasokan pangan Indonesia yang sangat bergantung pada komoditi ini. “Oleh karena itu, penting bagi kita untuk kembali mengenal dan mengkonsumi sumber pangan lokal selain beras,” ujar Puji Sumedi, Program Officer Pertanian dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) di kantornya, Selasa (21/10) ini.
Umbi-umbian sebenarnya sudah sangat dekat dengan masyarakat Indonesia. Akan tetapi persepsi masyarakat membuat sumber pangan ini sedikit tesingkirkan.
Padahal menurut data Badan Ketahanan Pangan-Kementerian Pertanian, negara ini memiliki 77 jenis karbohidrat yang berpotensi sebagai sumber pangan. Sumber pangan tersebut diantaranya serealia (padi, jagung, sorghum, hotong, jali, jawawut, dan lain-lain), ubi-ubian (singkong, ubi jalar, talas, sagu, ganyong, garut, gembili, gadung), dan buah (sukun, pisang, labu kuning, buah bakau). Akan tetapi baru padi saja yang didorong sebagai komoditas pangan.
“Beberapa sumber pangan selain padi itu sebenarnya mampu bertahan di kondisi kering. Sehingga bisa menjadi solusi pangan saat terjadi kemaru panjang,” kata Puji.
Seperti sorghum yang diungkapkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai tanaman yang dapat bertahan pada cuaca panas dan lahan kering. Beberapa jenis umbi-umbian juga bisa bertahan di lahan kering seperti yang digunakan oleh masyarakat NTT pada saat kekeringan terjadi.
Dari sisi kebijakan, pemerintah sebenarnya juga sudah mendorong diversifikasi pangan ini untuk mengajak masyarakat tidak terlalu tergantung pada beras. Padahal keragaman pangan ini bisa menjadi solusi Indonesia menghadapi tantangan terkait ketersediaan pangan, seperti salah satunya karena kekeringan akibat dari perubahan iklim yang terjadi.
Guna membahas dinamika upaya diversifikasi pangan lokal ini sebagai pengganti atau pendamping beras, Yayasan KEHATI mengadakan pameran di Anjungan Sulawesi Utara TMII mulai tanggal 22 - 25 Oktober. Pameran ini merupakan pameran produk pangan lokal dari Kabupaten Kepulauan Sangihe. Produk pangan yang menggunakan bahan baku asli non-beras dari daerahnya itu bisa menjadi contoh kemandirian pangan di pulau-pulau kecil.
Rangkaian pameran ini juga diikuti dengan temu konsultasi masyarakat Sangihe yang membahas tentang pembangunan daerah berbasis ekonomi kerakyatan.