Tanpa Kementerian, Bagaimana Nasib Ekonomi Kreatif?

By , Rabu, 29 Oktober 2014 | 13:41 WIB

Progres dunia ekonomi kreatif di tanah air relatif menggembirakan. Dimotori beberapa anak muda yang mulai serius mengembangkan potensi usaha mandiri yang menyentuh berbagai subbidang sektor ini. Antara lain musik, film, animasi, fotografi, kuliner, fesyen, dan lain-lain.

Tumbuhnya industri kreatif memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Menurut data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, selama 2010-2014 industri kreatif memberikan kontribusi rata-rata 7,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga menunjukkan kian menguatnya peranan sektor tersebut. Pada 2010, sumbangan ekonomi kreatif terhadap PDB tercatat sebesar Rp473 triliun, sementara pada 2013 jumlahnya mencapai Rp641 triliun.

Penyerapan tenaga kerja pun cukup tinggi oleh sektor industri ini, mencapai kisaran angka 11 juta hingga 12 juta jiwa.

Namun, dengan struktur baru Kabinet Kerja RI 2014-2019 yang diperkenalkan pada Minggu (26/10) lalu, ekonomi kreatif tidak berada di bawah naungan kementerian.

Visi dan misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam bidang ekonomi kreatif nantinya akan diurusi oleh badan baru. Badan yang satu level di bawah kementerian itu akan dinamakan Badan Ekonomi Kreatif.

"Itu akan menjadi badan ekonomi kreatif agar jangkauannya lebih kuat. Posisinya, sedikit di bawah kementerian," ungkap Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Istana Kepresidenan, pada Selasa (28/10).

Dalam pelaksanaan pemilu presiden lalu, Jokowi-JK sempat berjanji akan menggerakkan sektor ekonomi kreatif. Ide ini bahkan menggerakkan kalangan pegiat seni untuk membantu Jokowi-JK pada pilpres lalu.

Jokowi-JK pun berjanji akan memberikan perlindungan penuh bagi karya kreatif dan inovasi. Tiga sumber hukum yang ada sekarang ini dianggap tidak menguntungkan negara dan bangsa. Tiga sumber hukum itu adalah HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) untuk melindungi kepentingan individu dan perusahaan, WIPO (World Intellectual Property Organization) untuk melindungi hak suku tertentu, dan GPL (General Public License) untuk melindungi karya kebudaan sebagai milik seluruh umat manusia.