Rusa Kashmir Musk (Moschus cupreus), setelah dikira punah lebih dari enam puluh tahun lalu, ditemukan kembali para ilmuwan di wilayah Afganistan.
Sebagaimana dikonfirmasi Wildlife Conservation Society (WCS) melalui siaran persnya, si rusa bertaring ini masih ada di area Provinsi Nuristan.
Tim survei WCS bahkan mencatat lima kali penampakan—yang terekam; seekor rusa jantan sebanyak 3 kali di area yang sama, seekor rusa betina bersama seekor rusa muda 1 kali, dan rusa betina sendiri (kemungkinan individu yang sama dengan rusa yang terlihat bersama rusa muda).
Penemuan dan detail penelitian mereka telah dilansir dalam jurnal Oryx, Oktober lalu.
“Rusa kashmir musk merupakan salah satu suatu harta hidup Afganistan,” kata Peter Zahler, salah seorang penulis penelitian ini yang sekaligus Deputi Direktur WCS Program Asia.
“Spesies langka ini, sama seperti macan tutul salju, adalah kekayaan alam yang dimiliki bangsa yang masih berjuang ini,” lanjutnya, “Kami harap keadaan segera menjadi stabil. Dengan demikian WCS dan mitra-mitra lokal dapat melakukan evaluasi lebih baik terkait upaya konservasi yang dibutuhkan spesies tersebut.”
Termasuk kategori Daftar Merah IUCN, satwa ini mengalami ancaman dari perburuan ilegal. Para pemburu liar memang menarget rusa musk—kadangkala juga disebut kijang kesturi— untuk bahan wewangian dalam parfum, obat, dupa, dan sebagainya.
Untuk mencegah kepunahan hewan langka itu, perburuan dan ekspor dilarang keras. Orang lantas menangkap rusa jenis ini, lalu mengambil kelenjarnya. Di pasar gelap, harga penjualan biasa mencapai US$45.000 atau sekitar Rp545 juta per kilo.
Dilansir National Geographic News, 'musk' diketahui sudah dipakai sebagai tradisi pengobatan tradisional bangsa Cina pula Korea sejak lama. Oleh karena khasiatnya bisa berefek sedatif (penenang) ataupun stimulan (perangsang), tergantung pada apa kombinasinya.