Anak-anak di Korea Selatan dinilai paling tidak bahagia di antara negara-negara maju lainnya.
Situasi ini terjadi akibat sistem pendidikan Korea Selatan yang dianggap sangat menekan anak-anak.
Korea Selatan berada di urutan bawah bersama Romania dan Polandia, di antara 30 negara di dunia, dalam hal kebahagiaan anak-anak. Demikian menurut survei Kementerian Kesehatan Korea Selatan terhadap 4.000 rumah tangga yang memiliki anak di bawah usia 18 tahun.
"Faktor paling relevan yang mengakibatkan hal ini adalah tekanan akademis, disusul kekerasan di sekolah, kecanduan internet, pengabaian, dan kekerasan di dunia maya," ujar Kementerian Kesehatan.
Direktur Bank Dunia Jim Yong-kim, yang lahir di Korea Selatan, mengatakan bahwa sistem pendidikan di negeri itu menghasilkan beban berat untuk anak-anak. Mereka dipaksa terus fokus pada kompetisi dan kerja dalam waktu yang panjang.
"Para pelajar Korea Selatan mengalami suatu beban psikologis substansial dari kompetisi, dan belajar dalam waktu yang panjang," kata Jom Yong-kim, yang pindah ke AS saat berusia lima tahun.
Hasil survei di Korea Selatan kemudian dibandingkan dengan survei dari 27 negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang beranggotakan 34 negara kaya, ditambah Romania, Latvia, dan Lituania.
Survei tersebut digelar ketika sekitar 600.000 siswa bersiap untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi, dengan kondisi bahwa anak-anak Korea Selatan mengincar sekolah-sekolah elite yang akan memastikan jalan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang baik pada masa depan.
Saat ujian ini digelar pada 13 November mendatang, pasar bursa Korea Selatan akan dibuka lebih lambat satu jam, jam kerja akan dimundurkan untuk memastikan para pelajar itu tidak terjebak kemacetan, dan bank sentral akan menunda pertemuan membahas suku bunga.
Bahkan, arus lalu lintas udara domestik akan dilarang saat memasuki tahapan ujian mendengar bahasa Inggris.
Berdasarkan data biro statistik Korea Selatan, lebih dari separuh anak-anak negeri itu, usia 15-19 tahun, bunuh diri karena tekanan akademis. Para orangtua di Korea Selatan dikenal kerap memaksa anak-anak mereka belajar hingga larut malam, dan memulai pelajaran bahasa Inggris sejak taman kanak-kanak.