Akademisi Malaysia: Tinggalkan Ajaran Islam, Penyebab Tragedi Dua Pesawat Malaysia Airlines

By , Rabu, 5 November 2014 | 08:30 WIB

Seorang akademisi Malaysia membuat sebuah pernyataan kontroversial. Dia mengatakan, tragedi yang menimpa MH370 dan MH17 disebabkan Malaysia Airlines sudah meninggalkan ajaran Islam.

Pernyataan Ridhaun Tee Abdulah, salah seorang staf pengajar di Universitas Pertahanan Nasional Malaysia, itu dimuat situs berita Sinar Harian.

Abdullah mengatakan, seusai dua tragedi besar itu, manajemen Malaysia Airlines harus menerapkan pakaian yang lebih konservatif untuk kru kabinnya dan tidak lagi menyajikan minuman beralkohol di semua penerbangannya. "Apakah pelajaran dari (tragedi) MH17 dan MH370 tidak cukup?" tanya Abdullah.

Abdullah menambahkan, para pramugari Malaysia Airlines dianggap mengenakan pakaian yang terlalu "terbuka" dan para penumpang lokal lebih suka meneguk minuman beralkohol dibanding para turis asing.

Dengan demikian, Abdullah mendesak manajemen Malaysia Airlines untuk meniru Royal Brunei Airlines yang mempraktikkan nilai-nilai Islam di dalam kabin penerbangan.

"Penerbangan hanya dimulai dengan pembacaan doa yang membuat kita semakin dekat dengan Tuhan," tambah Abdullah tentang maskapai penerbangan Brunei itu.

Dia melanjutkan, para pramugari Royal Brunei Airlines mengenakan busana yang sesuai dengan syariah Islam dan penerbangan maskapai itu menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi semua penumpang.

"Sayangnya, kita tidak menerapkan bahkan hal terkecil dari budaya kita di dalam penerbangan. Saran saya segera terapkan nilai-nilai agama sebelum Tuhan murka," lanjut Abdullah.

"Jangan hiraukan mereka yang tak ingin masuk surga. Mereka disponsori Barat untuk menghancurkan Muslim di negara kita," Abdullah menegaskan.

Abdullah bukan yang pertama menyampaikan pendapat semacam ini terkait dengan dua tragedi yang menimpa Malaysia Airlines.

Politisi muda dari kelompok oposisi Malaysia menyampaikan pendapat serupa sepekan setelah MH17 jatuh di Ukraina dan menewaskan 298 orang penumpang dan kru. Namun, publik Malaysia mengecam Ahmad Tarmizi Sulaiman karena dianggap menggunakan tragedi itu untuk mendapatkan keuntungan politik.