Dunia Usaha Ikut Serta Melawan Perubahan Iklim

By , Rabu, 5 November 2014 | 15:43 WIB

Hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2013 menyimpulkan bahwa pada akhir tahun 2100, hampir dipastikan temperatur global akan lebih hangat 1,8 - 4°C, dibandingkan dengan rata-rata temperatur pada 1980-1999.

Perubahan iklim yang terjadi sejak 1950-an didominasi oleh aktivitas manusia. Secara umum, proyeksi temperatur untuk Indonesia menunjukkan juga adanya kenaikan antara 0,1 sampai dengan 0,3°C per dekade sampai tahun 2100.

Walau angka ini lebih rendah dari peningkatan suhu global, namun dapat dikatakan sudah ada tren ke arah perubahan iklim.

Salah satu penyebab perubahan iklim adalah deforestasi dan degradasi hutan yang kian meningkat tiap tahunnya. Menyadari luasnya dampak ekonomi dan lingkungan dari perubahan iklim, Forest Stewardship Council® (FSC) bekerja sama dengan WWF-Indonesia, mengajak dunia usaha untuk lebih banyak terlibat dalam upaya melawan perubahan iklim di Indonesia melalui penggunaan bahan baku dan material dari hutan yang dikelola secara bertanggungjawab.

Ini disampaikan dalam konferensi pers dan peluncuran kertas tisu bersertifikat FSC yang merupakan bagian dari Forum Bisnis FSC yang bertajuk "Engaging & Inspiring Business in Sustainability", Jakarta (5/11).

FSC Perwakilan Indonesia telah memulai programnya di Indonesia pada 2013, merupakan perwakilan FSC Internasional yang merupakan organisasi lingkungan hidup nirlaba yang memiliki misi mempromosikan pengelolaan hutan secara bertanggung jawab di seluruh dunia melalui skema sertifikasi hutan yang ketat. 

“Melalui sistem sertifikasi yang ketat, FSC menyiapkan standar yang diakui secara internasional, jaminan trademark dan jasa akreditasi kepada perusahaan, organisasi dan komunitas yang tertarik di bidang pengelolaan hutan dan kehutanan yang bertanggungjawab. Melalui program sertifikasi hutan, diharapkan FSC memberikan kontribusi untuk pengembangan praktik kehutanan yang lebih baik dan bertanggungjawab di Indonesia dan juga dunia,” ujar Hartono Prabowo, selaku perwakilan dari FSC Indonesia.

Aditya Bayunanda, Forest Commodities Market Transformation Leader WWF-Indonesia, mengatakan, “Diperlukan upaya oleh semua pihak untuk mengurangi laju perubahan iklim, seperti langkah nyata dunia usaha dalam menggunakan produk-produk yang bahan bakunya berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab dan  terlacak asal usulnya. Salah satu contohnya adalah penggunaan produk lestari bersertifikat FSC.”

Aditya mengungkapkan pentingnya pelaku usaha  berbuat lebih dalam berkontribusi mengurangi lajuperubahan iklim, “Pelaku usaha adalah agen perubahan yang baik karena produk mereka adalah bagian dari kehidupan kita, sehingga konsumen pun dapat diajak terlibat dalam pilihan produk yang digunakan sehari-hari.”

Bong Edison, Direktur PT Graha Kerindo Utama, produsen tisu Tessa yang telah menggunakan bahan baku bersertifikat FSC mengatakan, “Kami telah berkomitmen terhadap penggunaan bahan baku dari hutan yang dikelola secara bertanggungjawab sejak tahun 2010 hingga mendapatkan sertifikat Chain of Custody (CoC) dari FSC tahun 2013. Skema FSC berlaku di dua perusahaan kami yaitu PT Graha Cemerlang Paper Utama dan PT Graha Kerindo Utama.”

Selain tisu Tessa, produk hasil hutan bersertifikat FSC kini mulai digunakan oleh industri non-kehutanan di Indonesia sebagai bahan baku atau material produksi seperti di industri kemasaan makanan dan minuman dan industri saniter (sanitary products), selain juga di konstruksi dan interior.

Adalah kemasan susu Ultra Jaya, kemasan susu cair Frisian Flag, kemasan susu cair Milo, Teh Kotak, produk saniter (sanitary products) milik Kimberly Clark, serta alat pembersih badan dan sisir milik Body Shop.