Sekitar awal Agustus 2014 ini saya ditempatkan di National Geographic Indonesia (NGI) editorial departement . Semula terlintas di benak, mampukah dan layakkah saya magang di sini?
Bermodal rasa ingin belajar dan tak ingin menyia-yiakan kesempatan ini, maka saya harus berusaha sebaik mungkin.
Untung sekali, redaksi NGI begitu baik dan ramah. Mereka tak segan membantu saya, si anak magang. Tak banyak orang tergabung dalam redaksi NGI hanya belasan orang saja. Sehingga semua pekerjaan yang begitu banyak harus diselesaikan, walau sumber daya manusianya terbatas.
Melihat hal ini justru menjadi peluang belajar untuk saya. Redaksi NGI memberikan kesempatan anak magang untuk belajar banyak hal. Di redaksi saya bertugas reporter, baik untuk online dan cetak.
Learning by doing merupakan hal lain yang ditanamkan selama magang di NGI.
Sehari-hari saya menulis untuk nationalgeographic.co.id serta beberapa kali menulis untuk National Geographic Traveler Indonesia. Bisa dibayangkan betapa banyak hal baru saya dapatkan selama magang di NGI, bukan?
Belajar menulis juga memotret, itulah segelintir ilmu yang saya dapat. Saya selalu ditegaskan bahwa semua orang di redaksi NGI harus bisa menulis juga memotret. Ya! Dari situlah saya belajar bagaimana cara menulis dengan gaya NGI.
Learning by doing merupakan hal lain yang ditanamkan selama magang di NGI. Sebagai anak magang, saya dilepaskan untuk melakukan berbagai peliputan seorang diri. Tentunya dengan arahan dari mentor tentang apa yang harus diperoleh selama meliput. Ini membuat saya belajar mandiri dalam penugasan.
Saking banyaknya hal yang dipelajari selama magang di NGI membuat saya bingung untuk menuliskannya. Yang pasti adalah kesempatan magang di redaksi ‘kotak kuning’ merupakan hal berharga.