Lika-liku Dokumentasi Jantung Kalimantan

By , Sabtu, 8 November 2014 | 17:15 WIB

Hutan dan seisinya bagi fotografer Dwi Oblo menawarkan beragam momen dan objek yang memikat. Satwa lincah penuh warna ataupun aneka tetumbuhan yang menghiasi setiap jengkal belantara. Dari pohon raksasa menjulang menggapai langit hingga serangga renik di lantai hutan. Sinar matahari yang menerobos kanopi hutan kerap pula membuat tirai cahaya nan indah. "Menyajikan gambar yang dramatis," katanya. 

Alam telah lama lekat dengan lelaki yang gandrung dengan petualangan ini. Kiprah itu pula yang menempa ayah dua anak ini dalam mengabadikan peristiwa yang berlangsung alami apa adanya. 

Sebelum menjejakkan kaki di belantara, amat penting melakukan riset buat mengais informasi. Dari informasi awal itu, dipersiapkan kamera, lensa ataupun alat lain yang mendukung." Riset yang layak dan disokong peralatan yang sesuai akan memudahkan menangkap momen yang hendak ditampilkan. 

Belantara yang rimbun memerlukan ASA tinggi lantaran tetajukan pohon menutupi sinar matahari. Bahkan, tak jarang tak seberkas cahaya pun yang menyentuh dasar hutan. Kerapkali pula, cahaya pagi yang menembus padatnya dedaunan menyajikan gambar yang mempesona. 

Generasi masa depan Desa Sadap menggantungkan kehidupan pada kelestarian hutan Kapuas Hulu (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Untungnya, kamera sekarang telah dilengkapi sensor yang bagus, sehingga dengan ASA yang tinggi sekalipun, gambar tetap tampil mulus—tanpa grainy. Ini penting untuk menentukan apakah layak membawa tripod atau tidak. Sebaiknya ditimbang matang peralatan pendukung yang akan disiapkan. Oblo biasa ditemani dua kamera. Salah satu alasannya, buat cadangan ketika satu kamera macet. "Dan juga memudahkan kita tidak perlu repot-repot mengganti-ganti lensa." 

Bila sekadar memotret hutan, sebenarnya lensa lebar (16 – 35 mm) sudah cukup. Hanya saja, ketika ingin membekukan keindahan satwaliar, kita perlu lensa tele. Peranti ini bermanfaat untuk memotret objek satwa yang berjarak, karena dia tidak bisa didekati.

Menenun kain tradisional di Dusun Sadap, Kapuas Hulu yang dapat memikat pelancong. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Dia mewanti-wanti untuk tidak terlalu terlena dengan objek yang terlalu jauh. Dari tempat berpijak, tak jarang lantai hutan tumbuh kehidupan flora-fauna kecil. Nah, lensa makro amat berguna buat mengabadikan objek yang sangat kecil. 

Kamera yang sering menemani Oblo adalah Canon 5D Mark II. "Dia, salah satunya, punya sensor ASA tinggi yang berkualitas. Dengan begitu memudahkan kita tak perlu repot menenteng tripod." Gambar yang dihasilkan pun tetap mulus meski cahaya redup. 

Kendati melewati berbagai medan, kenyamanan menenteng kamera amat diperlukan. Nyaman plus aman agar sigap menangkap momen kehidupan alam liar. Tentu saja, kamera bisa dimasukkan ke dalam tas. Namun, terlalu sering memasukkan dan mengeluarkan kembali, lensa kamera kerap berembun.

Bukit Amayambit dan Bukit Tilung, pesona bentang alam Desa Nanga Raun, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Singkatnya, kata dia, kamera jangan sampai mengalami perubahan yang mendadak. Pada saat turun hujan, kamera wajib disimpan aman di dalam tas. "Kini telah banyak tersedia housing kamera antiair yang dijual murah." 

Paduan alat pemotretan yang tepat dengan kejelian menyisir objek yang ada di depan mata akan memberi kepuasan. "Kalau berhasil menampilkan foto yang berkisah baru saya puas," ujarnya.