Australia Tutup Pintu bagi Pencari Suaka

By , Rabu, 19 November 2014 | 12:14 WIB

Australia mengumumkan kebijakan baru penanganan pencari suaka, yang intinya tidak lagi akan menerima para pencari suaka.

Ribuan pencari suaka dan pengungsi berada di Indonesia berharap bisa tinggal di Australia. Namun Pemerintah Australia mengumumkan bahwa mereka akan menutup pintu bagi para pencari suaka terdaftar yang hendak datang ke negaranya melalui Indonesia.

Menteri Imigrasi Scott Morrison pada Rabu (19/11) mengatakan, mulai Juli tahun depan, kebijakan ini berlaku. Bahwa pencari suaka yang terdaftar di badan khusus pengungsi PBB—UNHCR—di Jakarta tidak lagi diizinkan untuk tinggal di Australia.

"Kami mencoba untuk menghentikan anggapan bahwa mereka boleh ke Indonesia dan menggunakan wilayah itu sebagai transit menuju Australia," katanya seperti dikutip AFP.

Australia akan tetap memproses pengungsi yang terdaftar sebelum Juli 2014, namun jumlahnya akan dibatasi sehingga jadwal tunggu bisa lebih lama, lapor Reuters.

UNHCR mencatat hingga April 2014, ada 10.623 pencari suaka dan pengungsi di Indonesia yang menunggu untuk diproses tinggal di Australia. Mayoritas berasal dari Timur Tengah.

Dalam periode itu, jumlah pengungsi yang terdaftar di kantor UNHCR di Jakarta mencapai 100 orang per hari. (Baca kisahnya di Gelombang Pencari Suaka)

Morrison enggan mengatakan apakah kebijakan ini sudah dibicarakan oleh Abbott dan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan G-20 di Brisbane.

"Kami sangat senang bekerja sama dengan Indonesia dengan cara apapun yang kami bisa untuk mengurangi jumlah orang di Indonesia, tapi tidak melalui proses mendorong lebih banyak orang untuk datang ke Indonesia karena mereka berpikir mereka akan mendapatkan visa ke Australia," katanya.

Australia dan Indonesia telah kembali bekerja sama dalam bidang intelijen dan militer tiga bulan lalu.

Terjebak

Menurut Mark Gillespie dari LSM Refugee Action Collective perubahan ini akan memaksa pengungsi kembali ke negara asalnya dan menghadapi hukuman.

"Mereka tidak akan selamanya berada di Indonesia," katanya. "Mereka tidak bisa bekerja di Indonesia, jadi pilihannya apakah mereka bertahan atau kembali ke negara asal dan menghadapi hukuman."

Seorang aktivis pembela pengungsi, David Manne, menilai perubahan kebijakan ini akan membuat lebih banyak pengungsi dan pencari suaka terjebak dalam ketidakpastian.