Indonesia Punya Sistem Peringatan Dini Tsunami Terbaik Seantero Jagat

By , Senin, 24 November 2014 | 19:55 WIB

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menilai Indonesia sudah mengembangkan teknologi sistem peringatan dini tsunami dengan baik. Bahkan Direktur UNESCO bidang Sains untuk Asia Pasifik, Hubert J Gijzen, menilai Indonesia memiliki teknologi sistem peringatan dini tsunami yang terbaik sedunia.

"Sejak tsunami 2004 yang melanda kawasan Samudra Hindia, Indonesia sudah mengembangkan sistem peringatan dini tsunami terbaik di dunia," kata Hubert Gijzen seusai pembukaan konferensi internasional dalam rangka peringatan 10 tahun tsunami di Jakarta, Senin (24/11).

Gijzen mengajak mengingat kembali tsunami pada 26 Desember 2004 yang menimbulkan 230.000 korban jiwa serta merusak kawasan pesisir Aceh dan Nias Sumatera Utara. Dampaknya yang begitu besar, menurut dia, menjadi pelajaran penting mengenai berharganya peringatan dini dan informasi terkait tsunami.

"Dampak tsunami 2004 begitu besar. Supaya ke depan tidak terjadi lagi, maksudnya kita tidak mungkin menghentikan tsunami, tapi yang bisa kita lakukan adalah bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi tsunami," katanya.

Ribuan masyarakat Banda Aceh memadati jalan di depan Mesjid Baiturrahim di Uleelheue sembari membawa obor untuk mengenang 10 tahun tsunami Aceh. Pawai obor ini sendiri mengambil rute Uleelheue menuju Blang Padang. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Dengan adanya peringatan dini, masyarakat dapat segera menyelamatkan diri pascagempa bumi sehingga tidak jatuh korban jiwa akibat tsunami. Lebih penting lagi adalah, Gijzen melanjutkan, garis pantai Sumatera yang sangat dekat dengan pusat gempa 2004 sehingga peringatan dini tsunami sesegera mungkin perlu direspons.

"Ini sangat penting, dan adanya kolaborasi internasional karena tidak bisa satu negara mengatasi tsunami sendirian," ucapnya.

Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) memeriksa bibit mangrove yang ditanam di Krueng Sayeung, Calang. Sebelum bencana tsunami tahun 2004, tempat penanaman bibit mangrove ini merupakan sungai berair jernih yang didiami banyak hewan air. Pasca tsunami, Krueng Sayeung berubah menjadi rawa. Juga belakangan limbah merkuri yang berasal dari tambang emas ilegal di hulu sungai menambah permasalahan di Krueng Sayeung. Ikan, kepiting, dan udang sungai mati akibat pencemaran merkuri. Masyarakat bersama Palang Merah Indonesia berinisiatif menanam 28.000 bibit mangrove untuk meminimalkan pencemaran dan abrasi laut. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Bentuk kerja sama yang sudah berlangsung antara lain Indonesia bersama Australia dan India sudah ditetapkan sebagai Regional Tsunami Service Provider (RTSP) yang memberikan informasi potensi tsunami untuk wilayah Samudra Hindia sejak 2012.

Penetapan itu merupakan kepercayaan dunia atas keberhasilan Indonesia dalam menjaga, mengoperasikan, serta secara konsisten melakukan pemeliharaan dan perbaikan sistem peringatan dini tsunami.